Mohon tunggu...
Rijal Bahri Lumban Gaol
Rijal Bahri Lumban Gaol Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Adab yang berabad-abad

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pohon Kemenyan (Haminjon) Kehilangan Nilainya

25 Februari 2024   15:26 Diperbarui: 25 Februari 2024   15:29 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemenyan (Haminjon) ialah tanaman berakar tunggang yang hidup dihutan tropis Sumatera. Haminjon sendiri banyak tumbuh dan dilestarikan di Provinsi Sumatera Utara. Dan yang menjadi bahasan tentang haminjon ini tepatnya di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Kecamatan Pollung, Desa Pandumaan-Sipituhuta. Sebagai masyarakat yang terkenal dengan kharisma adat yang masih kental, membuat populasi haminjon ini masih ada dan terjaga sampai saat ini. Mulai dari aturan-aturan yang ditetapkan dan dimusyawarahkan oleh para petinggi adat (Ayah, ibu, dan Raja Adat yang merupakan warga asli desa Pandumaan-Sipituhuta).

Haminjon merupakan mata pencaharian masyarakat desa Pandumaan-Sipituhuta  yang sampai saat ini masih tetap dianggap sebagai mata pencaharian yang sangat membantu. Mengapa tidak? berdasarkan rata-rata harga dari haminjon ini sangat bervariasi. Ada juga jenis haminjon dan tingkat harga, yaitu: pertama Gota yaitu getah haminjon yang paling bagus atau dengan istilah bahasa batak disebut mamarung (harga Rp. 300.000-350.000/kg), kedua Tahir yaitu getah haminjon yang sudah mengering di batangnya dengan waktu yang sudah lama, sekitar 2-4 bulan lamanya( harga Rp. 60.000-150.000/kg). Dengan harga yang bervariasi membuat masyarakat desa Pandumaan-Sipituhuta tidak sepenuhnya menjadikan haminjon sebagai mata pencaharian satu-satunya.

Selama 5 tahun terakhir haminjon di desa Pandumaan-Sipituhuta mengalami penurunan hasil dan kualitas yang sangat drastis. Menurut para pemilik kebun haminjon hal tersebut disebabkan oleh perubahan iklim dan curah hujan yang tidak beraturan lagi, tidak seperti curah hujan dahulu lagi, dan juga karena adanya penebangan hutan secara liar ditepian kebun haminjon Pandumaan-Sipituhuta. Paling mirisnya karena adanya PT. Toba Pulp Lestari (TPL) yang cukup dekat dengan lokasi kebun haminjon tersebut. Diduga tanaman Eukaliptus milik TPL tersebut mampu menghisap kandungan mineral tanah yang sangat banyak sehingga mempengaruhi hasil haminjon yang semakin tahun semakin tidak menjanjikan.

Bagaimana tidak? Pohon Haminjon tidak di pupuk dan tidak perlu perawatan lebih seperti tanaman lainnya. Haminjon hanya bermodalkan Agat (pisau), Guris(alat membersihkan batang), Tali Polang (tali pengikat), Pisau Surit (pisau adat batak) dan Panuktuk (alat pemukul batang). Dan setelah semua alat itu ada dan kawasan batang pohon kemenyan dibersihkan, selanjutnya hanya menyerahkan pekerjaan kepada Yang Maha Kuasa supaya diberkati pekerjaan petani haminjon ini, dan disitulah para petani haminjon mengadu nasib mereka.

Tentu kedepannya mesti ada keadilan dalam penyesusaian harga haminjon milik para petani tersebut, yaitu melalui para toke-toke haminjon atau tengkulak yang mempunyai permainan harga haminjon di atas sana. Supaya kehidupan masyarakat desa Pandumaan-Sipituhuta kedepannya ada dan masa depan anak-anak mereka bisa terjamin. Karena hasil haminjon itulah mereka gunakan untuk kebutuhan dapur, pesta adat dan pendidikan anak-anak mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun