Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia, yang menjadi rujukan bagi wisatawan lokal maupun internasional. Kota Yoyakarta yang lebih akrab dengan sebutan Jogja ini memiliki slogan Jogja Berhati Nyaman. Apa benar sampai saat ini Jogja masih berhati nyaman?
Jika kita berjalan – jalan mengelilingi kota Jogja yang kita rasakan tidak jauh berbeda dengan lalu lintas di Ibukota (Jakarta). Jika kita cermati, banyak terjadi kemacetan dibeberapa titik jalan di kota Jogja. Tidak perlu menunggu hari libur atau weekend jika ingin merasakan kemacetan di kota Jogja pada saat ini. Kemacetan dapat kita rasakan setiap hari pada jam kerja. Namun, yang menjadi sorotan saya adalah kemacetan yang disebabkan oleh miskin nya lahan parkir yang dimiliki oleh pertokoan, perkantoran, ataupun hotel sehingga menyebabkan kemacetan.
Mengapa bisa terjadi kemacetan?
Yang menjadi bahasan saya adalah kemacetan yang disebabkan oleh kurangnya lahan parkir yang dimiliki pertokoan ataupun perkantoran . Minimnya lahan parkir yang dimiliki pertokoan menjadi salah satu penyebab terjadinya kemacetan di kota Jogja. Para pengguna mobil yang menjadi penyumbang terbesar dari kemacetan di kota Jogja, karena minimnya lahan parkir dari toko yang mereka kunjungi, kadang pengguna mobil dengan seenaknya memakirkan kendaraannya di pinggir jalan raya tanpa memikirkan akibat dari yang mereka lakukan. Dengan banyaknya pengendara mobil yang sesuka hati memarkirkan kendaraan mereka, hal tersebut jelas mengurangi luas jalan raya. Jalan yang awalnya dapat dilewati 2 mobil secara bersamaan, karena adanya parkir dipinggir jalan maka luas jalan berkurang sehingga hanya mampu dilewati satu mobil, sehingga perlu bergiliran untuk melewati jalan tersebut yang menimbulkan kemacetan.
Siapa yang perlu disalahkan?
Kita tidak dapat sepenuhnya menyalahkan pengguna kendaraan bermobil, walaupun memang menurut saya merekalah yang menjadi penyumbang kemacetan di kota Jogja. Karena seorang pengunjung pertokoan pasti tidak akan parkir sembarangan jika tempat yang mereka kunjungi menyediakan tempat parkir. Pertokoan ataupun perkantoran di Jogja memang menyediakan tempat parkir bagi pengunjung toko atau kantor, namun kebanyakan daya tampung lahan parkir mereka hanya mampu menampung kira – kira 3 – 5 mobil saja, belum jika lahan parkir dipenuhi pengunjung berkendara motor. Karena minimnya lahan parkir itu lah maka, pengendara mobil atau motor parkir di pinggir jalan. Hal tersebut dapat kita temui diantaranya di Jalan Gejayan dan Jalan C.Simanjuntak. Dan juga diperparah dengan adanya tukang parkir yang meng“iya” kan parkir sembarangan, walaupun jelas – jelas hal tersebut dapat menganggu aktivitas jalan.
Seharusnya Bagaimana?
Solusi yang efektif untuk mengatasi kemacetan di kota Jogja, harus diawali dengan adanya pembatasan jumlah toko – toko di Jogja. Menurut saya jumlah toko, hotel, pusat perbelanjaan dan perkantoran di kota Jogja ini sudah terlalu banyak. Sehingga diperlukan pembatasan terhadap pembangunan yang digunakan dalam hal bisnis tersebut. Jogja bukanlah ibukota, Jogja adalah kota budaya. Jadi yang perlu ditonjolkan, dilestarikan serta dikembangkan adalah budayanya bukan pusat perbelanjaan, perkantoran, hotel, dll. Yang semua mempunyai latar belakang bisnis. Alternatif solusi selanjutnya, adalah dengan pembatasan kepemilikan kendaraan. Jadi pemerintah perlu mengeluarkan suatu kebijakan mengenai pembatasan kepemilikan kendaraan baik motor ataupun mobil.
Jogja yang memiliki slogan Jogja Berhati Nyaman. Kini hal tersebut sudah susah untuk kita rasakan. Bahkan ada yang beranggapan bahwa kota Jogja tidak lagi berhati nyaman karena salah satunya disebabkan kemacetan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H