Mohon tunggu...
Florensius Marsudi
Florensius Marsudi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

Penyuka humaniora - perenda kata.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Rampok... Rampok... Rampok

27 Agustus 2010   17:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:39 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sudah delapan hari ini, telinga, mata dan isi kepalaku dijejali kata-kata itu. Rampok... rampok... rampok. Penjejalan itu amat terasa melalui media cetak maupun elektronik. Bahkan ibu-ibu, sambil nyiapkan buka puasa, pembicaraannyapun tak jauh dari hal tersebut.  Apa hebatnya obyek yang dirampok itu, sehingga perampokan itu menjadi bahan pembicaraan bahkan terjadi di tanah air Indonesia raya ini? Antara lain:

Pertama

Disatu sisi, orang Indonesia itu sudah makmur-makmur, tercukupi alias sudah loh jinawi. Coba bayangkan, jika sampai ada orang luar negeri merampok di Indonesia, kupikir itu suatu bentuk "pengakuan", bahwa kita ini makmur, hebat 'kan?. Tak ada, atau jarang orang mau merampok orang miskin. Betul. Dilain sisi, karena saking makmurnya, saking kayanya jadi terlena. Lupa waspada (istilah bang Napi di RCTI), maka perampokan terjadi. Andaikan waspada, akan jarang terjadi perampokan.

Kedua

Perampok tahu, bahwa  barang yang mau dirampok itu ada.  Jelas mereka menganalisa, mempelajari dengan baik. Contoh: Merampok kayu dihutan Kalimantan? Barangnya (kayu) ada tinggal cres...cres brug-brug... selesai.  Angkut.... mudahkan?

Ketiga

Perampok tahu kondisinya  memungkinkan untuk beraksi. Contoh, dua orang muda-mudi pacaran. Mereka  pacaran ditempat khusus, semak belukar pinggir jalan. Ketempat itu mereka naik sepeda motor. Mereka  pacaran sudah kebablasan, yang satu buka baju, yang lain buka celana.  Perampok itu tahu motor diparkir dipinggir jalan, sementara yang empunya sedang buka baju dan yang lain buka celana....ya motor diangkut saja. Tak mungkinlah orang yang sedang berpacaran, asyik masyuk itu mengejar (iyo...wong satu buka baju, satunya buka celana) hi....

Lalu? Kesimpulannya sederhana, jangan pernah lengah. Waspada itu perlu. Kemudian, banyaklah-sedekah-memberi-dengan-ikhlas. Memberi  ikhlas itu lebih berbarokah daripada dirampok paksa, sakit dirasa.  Hidup yang lurus-plus bener, pasti nggak klenger (pingsan-nggak sadar) nan keblinger (sesat - salah jalan). Lho....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun