Mohon tunggu...
Florensius Marsudi
Florensius Marsudi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

Penyuka humaniora - perenda kata.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

"Pinter Ning Keblinger"

15 Juni 2010   06:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:32 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hari ini, 15 juni 2010, antara pukul 12.00 hingga pukul 12.30, saya kebetulan memantau berita ditiga stasiun televisi swasta. Dari sekian banyak berita yang ditayangkan, yang dipaparkan, ada satu berita yang satu dan sama - sama ditayangkan. Berita tersebut tentang video mesum (yang diduga melibatkan artis terkenal Ariel, Luna dan Cut Tari).

Disatu sisi, televisi ingin menyajikan berita yang menarik, yang memang masih "hangat" dipubik. Tapi dilain sisi berita tersebut juga menjadi ajang atau arena untuk "menghakimi" secara vulgar.

Coba bayangkan, sebagai satu contoh, mbok Painem, penjual jamu gendong yang sering lewat di kompleks tempat tinggalku, beliau berkomentar,

"Oalah Mas...Mas, jaman kula riyin, ingkang naminipun barang wadi, punika nggih disimpen rapet dipet. Lha kog sakniki, barang wadi kog diumbar, dipun damel tontonan. Punapa tiyang sepuhipun mboten mulang muruk kanthi ikhlas nggih. Kula niki dados tiyang sepuh, dados tiyang muslim jan.....raosipun wirang, isin. Nanging nggih badhe kados pundi malih....."(Jaman saya dulu, yang namanya "barang rahasia", maksudnya kelamin, mestinya ditutup rapat. Tapi sekarang "barang rahasia" diumbar, menjadi tontonan (maksudnya divideokan). Apakah orang tuanya tak mendidik dengan ikhlas. Saya sebagai orang tua, dan sebagai orang muslim merasa malu. Tapi mau apalagi....).

"Mbok, saben tiyang punika kagungan watak "milik nggendhong lali ". (setiap orang mempunyai watak lupa). Kataku.

"Ah, Mas....Mas, ajengo kesupen, pun dados tiyang kawentar, nanging rak nggih eling kalih Gusti. Cobi Mas, nek empun diundha mono, punapa mboten mesakke. Kula niki dados simbok, nate nglairke. Umpaminipun mbak Kuna (maksudnya Luna), mbak Cut, kaliyan mas Aril punika anak-anak kula....wah jan kula lebokke teng weteng malih. Kula simpen, supados mboten memirang bebarang".(Sekalipun lupa, sudah menjadi orang terkenal, orang harus selalu ingat Allah, mengingat Tuhan. Bayangkan, jika sudah dihujat - dicaci maki, apakah tidak kasihan? Saya ini seorang ibu, pernah melahirkan. Seandainya ketiga orang yang diberitakan di tv itu adalah anak-anakku (anak mbok Painem), pasti mereka sudah dimasukkan keperut lagi (maksudnya tak dilahirkan), supaya tak membuat malu).

"Lha nggih niki donya modern Mbok. Donya pinter, ning kadang malah keblinger, Mbok". (Inilah dunia modern, yang pintar kadang malah keliru (karena kepandaiannya).

"Inggih Mas, pinter ning keblinger". Kata mbok Painem mengiyakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun