Ada sebuah kota. Dalam kota tersebut ada sebuah gereja. Gereja yang besar, megah dan dari sisi arsitektur cukup mengagumkan. Sangat indah.
Di depan gereja tersebut tertulis jadwal peribadatan. Sabtu sore, jam 18.00 untuk umum, dan jam 20.00 khusus untuk kaum muda. Hari Minggu jam 6.00 pagi dan jam 8.00 pagi, serta sekali Minggu sore jam 17.00. Gereja itu berhalaman sangat luas, dapat menampung kendaraan yang banyak. Aku kagum.
Beberapa menit lagi, ibadat akan mulai. Aku ingin masuk, menyiapkan hati. Ketika aku masuk gereja tersebut, dengan jelas terpampang di pinggir pintu tulisan, "MOHON HANDPHONE DIMATIKAN". Batinku, apakah mungkin, orang mau beribadat membawa handphone? Bukankah jika mau beribadat, yang paling utama membawa hati yang bersih agar dapat bersujud dihadapan sang Pemberi Hidup dengan khusuk? Segala hal duniawi yang memberatkan jiwa dan badan perlu dilepaskan ketika beribadat? Bagus, ada peringatan.
Sengaja aku duduk di pinggir paling belakang, tiga perempat tempat duduk di gereja itu sudah penuh, bahkan sekilas kulihat tinggal tiga kursi yang belum terisi. Ya sudahlah.
Ibadat mulai. Suasana hening....
Tapi keheningan itu seketika pecah ketika terdengar bunyi handphone. Suaranya sangat nyaring. Diam sesaat. Handphone berbunyi lagi......wuah. Ckkkk ...ckkkk. Suasana agak gaduh. Beruntunglah pada waktu itu dengan amat bijaksana, lembut tapi tegas, pemimpin ibadat mengingatkan akan arti keheningan - kekhusukan dalam peribadatan, salah satunya; mematikan handphone selama di dalam gereja.
Ah... perintah ditulis, belum tentu dilaksanakan. "Mohon Handphone Dimatikan".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H