Orang bisa mengatakan apa saja tentang diriku. Kuberharap....andaikan kata-kata itu buruk, semoga menjadi berkat bagiku. Andaikan kata-kata itu berkat, semoga berkat itu juga semakin melimpah untuk hidupmu.
Orang berkata –kata, bak senjata. Sekali mengena, bisa jadi membuat luka. Luka yang tak selamanya langsung sembuh terobati, sekalipun dengan puja-puji. Kata itu juga seperti nada, indah di dengar, belum tentu sejalan setelah terujar. Dan kata itu bisa seperti kaleng tempat menabung, penuh tak jenuh. Kosong, bergelontang, melompong.
Kata yang "bergetar", serasa memoar nan tak pudar. Karena berujung pada hikmat, sarat terkandung rahmat. Tak sekedar maklumat.....
Barang-barang yang 'terkatakan' melekat di badan (baju, jubah, cincin, bahkan "topi kebesaranmu") bukanlah ukuran kesalehan. Dalam banyak hal, kadang aku cuma bisa melihat wajah, dan bibirmu. Apakah wajah memancarkan kedamaian atau tidak. Apakah bibir mengatakan hal yang baik, benar dan jujur atau tidak. Kata, wajah dan bibir, ya…mestinya satu wadah – satu tahir.
Berkatalah, aku siap mendengarkan. Terpenting, aku cuma mau mengatakan;Â jika ya, katakan: ya. Jika tidak, katakan: tidak. Kata simbokku, "ajining diri karana lathi".
--------------------------------------------------------------------------
Ajining diri karana lathi: "nilai" manusia bisa bermakna. Salah satu nilai itu melalui kata-kata yang terucap lewat lathi (mulut), yang dapat dipercaya, dan dipegang kebenarannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Filsafat Selengkapnya