Di tempat yang baru
Saya adalah pendatang di tempatku sekarang ini (tulisan sebelumnya ada di "Saya Katolik di Tengah Saudara yang Berpuasa"). Sebagai pendatang, saya tentu uluk - salam, kula nuwun, permisi di tempat saya yang baru. Permisi - lapor - kepada pak RT, bahwa saya numpang 'berteduh' di RT beliau. Hingga mendaftarkan diri menjadi warga/anggota Persatuan Amal Kematian di kompleks kami berada. Kini saya sekeluarga sudah menjadi anggota Persatuan Amal Kematian tersebut.
Selain hal-hal yang telah saya sebutkan, (ketika baru datang) saya juga menyempatkan diri untuk bertandang ke tetangga kiri-kanan, memperkenalkan diri, bahwa saya warga baru. Beberapa tukang ojek, tukang becak yang sering mangkal di depan rumah; mereka juga saya akrabi, karena mereka kondisinya sama dengan saya, manusia yang berjiarah mencari sesuap nasi demi anak istri!
Rantang berdatangan
Salat Id, baru saja usai. Tiba-tiba saya dikejutkan oleh suara seorang anak kecil yang memanggil-manggil anakku,
"Prima.....Prima....Prima".
Kulihat di depan pintu pagar. Ada seorang ibu bersama putrinya yang masih kecil berdiri di depan pintu pagar. Mereka membawa rantang.
"Om, kami berlebaran. Mari berbahagia bersama kami. Ini Om, ada sedikit makanan untuk Om sekeluarga."
Glekkk...... Serasa lidahku tercekat.
"Mbak, adek ..... makasih ya," lalu mereka berdua kusalami.
Saya kaget, karena saya tak pernah membayangkan peristiwa Lebaran seperti ini sebelumnya. Mereka (ibu dan putrinya tersebut) tetangga saya. Ayah dari anak itu adalah tukang ojek, sementara sang ibu menjadi buruh masak. Kesederhanaan dan ketulusan hati merekalah yang membuat kami terharu. Terharu karena kami ini bukan siapa-siapa, bahkan tak ada apa-apanya. Saya sadar ada genangan air mata, saat itu. Lebih kaget lagi ketika mama Prima membuka rantang tersebut. Rantang itu berisi "lima tingkat." Rantang pertama isinya rendang daging. Tingkat kedua, berisi opor ayam, ketiga berisi tiga potong kue bronis, keempat dan kelima berisi nasi lontong dan tumis buncis. Saya ini cuma perantau, namun mereka memerhatikan kami seperti saudara sendiri.