Sabtu, 18/01/2025, jam 07.21
Mengantar istri dan anak ke pasar tradisional pinggir jalan, di pinggiran kotaku. Â
Clingak-clinguk mencari tempat parkir. Eh, tukang parkir melihatku. Ia mengarahkanku parkir, pas deket penjual tempe kedelai berbungkus daun pisang.
Kendaraan berhenti. Kulihat sekilas kondisi pasar amat becek, usai hujan saat itu.
Istri dan anakku masuk ke dalam pasar, sekian menit kemudian mereka telah hilang ditelan ramainya pengunjung pasar.
Satu, dua pembeli berlalu lalang di depanku.
Aku berdiri di depan kendaraan, bersandar, menghadap penjual tempe itu.
"Tempe sepuluh ribu, sepuluh ribu...."
"Lima ribu saja, ya?" tanya seorang ibu (pembeli), 50-an tahun, pendek gemuk, kira-kira berberat 90-kg.
"Waduh, nggak bisa Bu. Kedelai agak susah dicari, sekilo sekarang 100-an ribu. Ini tempenya panjang 20-an cm bu, besar lagi. Kalo mau saya potong Bu?"
"Oh, nggak usah. Ya sudah klo nggak boleh. Tempe kluwus kayak gitu kok suruh beli 10 ribu," ibu gemuk itu mlengos. Pergi.
Penjual tempe itu terhenyak memandangi ibu itu.
Astagfirullah! Â
Antara sedih, heran, dan nggak ngerti aku. Kenapalah ibu itu harus mencela dagangan penjual itu?
Maksudku begini, andai nggak mau beli ya nggak pa pa, cuma nggak usah mencela, kan ngono.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI