Mohon tunggu...
Florensius Marsudi
Florensius Marsudi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

Penyuka humaniora - perenda kata.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

"Senyum Sehat Menghadapi Akal Sesat"

8 Agustus 2021   02:39 Diperbarui: 8 Agustus 2021   05:02 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak hanya sekali saya menegur teman, bahkan saudara sendiri yang nggak mau memakai masker.
Selalu ada saja jawaban mereka; entah lupa, entah merasa sehat, bahkan jawaban "Covid itu nggak ada mas Flo" pun saya dengar.

Apakah saya marah, tersinggung bahkan mendiamkan mereka? Tidak. Saya cukup tersenyum.
Saya tetap baik dengan mereka. Nah, ketika sodaranya (yang pernah saya tegur) sakit,  demam, tinggi, lalu dibawa ke rumah sakit, dicek....dan dinyatakan positif covid....baru, ia yang semula keras kepala nggak bermasker, ngeyel....hatinya agak melunak. Ia mulai pakai masker. 

Terkadang manusia itu akan sadar ketika hidup sudah terbentur dengan masalah. Bahkan tak cukup hanya satu masalah.  

Saya sudah vaksin dua kali.
Itu pun ada orang yang mengejek saya. "Lah untuk apa vaksin, toh masih bisa sakit juga, ujungnya mati juga."  Jabang bayik, batinku.
Dengan santai, sambil  saya menjawab, "Lah, ibaratnya ngapain makan, toh masih lapar juga, mati juga. Setidaknya, saya makan, saya masih ada semangat hidup. Saya  masih sanggup memperpanjang hidup, saya berusaha. Begitu juga dengan vaksin". Ia terdiam.

Akhirnya, ia yang mengejek saya mau divaksin juga setelah ada saudaranya diopname di rumah sakit - covid, belum sempat vaksin, meninggal, beberapa waktu yang lalu.

Sekali lagi, orang mulai mikir diri ketika ada, bahkan terbentur dengan masalah. Begitulah lekuk dan liku hidup, bahkan  bermasyarakat. Lekuk liku itu ada yang menyenangkan, menjengkelkan, 'nganyelke' tapi juga memprihatinkan sekaligus.
Saya tak pernah marah. Lebih banyak saya tersenyum menghadapi mereka (teman, saudara) yang "agak aneh, sesat akalnya"  dalam menghadapi masalah covid ini.  

Lebih dari itu, saya malah mencoba selalu berpikir positif. Nggak ada gunanya saya menyalahkan orang lain yang tak mau pakek masker.  Bener nggak ada gunanya, malah buat capek. Itu hak mereka, kali gitu ya....
Nggak ada gunanya juga saya menyalahkan mereka yang suka kumpul sana, kumpul sini....yang tak ambil pusing dengan protokol kesehatan. Alasan saya sederhana, lah...dia saja nggak peduli dengan dirinya sendiri, mana mau dia peduli dengan kepentingan kesehatan orang banyak, kelangsungan hidup orang banyak.
 
Bahwa masalah memang ada. Namun saya tak perlu menjadi takut menghadapinya.
Menjaga kebersihan diri, mandi, cuci, ganti pakaian, makan cukup, istirahat cukup,  jaga jarak....dst, itu hal-hal baik, lakukan saja.
Semuanya serasa ingin cepat berlalu, pasti.
Setelah setahun lebih, berani tersenyum, berani tegar dan bugar dimasa sukar  malah menjadi habitus baru, termasuk juga tersenyum. Tersenyun sehat menghadapi orang aneh akal sesat dimasa covid. Salam sehat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun