Sekolah: proses untuk penyadaran
Pendidikan di sekolah perlu dilihat sebagai salah satu wahana untuk proses penyadaran. Penyadaran akan nilai - nilai kesederhanaan hidup, cinta damai, perhatian pada sesama. Semuanya itu diejawantahkan dalam proses-ppembentukan jati diri siswa dan juga dalam diri guru. Proses penyadaran, proses transformasi, bahwa siswa memiliki orang tua yang tak sama kemampuan dan kesanggupannya dengan orang lain. Anak perlu sadar, bahwa ia disekolah bersama teman, bersama guru, bersama karyawan sekolah, dll. Guru yang perlu dihormati sebagai pengambil peran-pengganti orang tuanya[2]. Teman-temannya juga perlu mendapat perhatian yang sama dengan dirinya. Sadar bahwa hal-hal tersebut tak dapat berlangsung sekali jadi, instan dan apalagi mendadak, bruk pethuthuk.
Semoga para pendidik semakin mampu memposisikan diri dalam proses penyadaran keugaharian-kesederhanaan dalam hidup bagi para subyek didik, terlebih dimasa-masa sekarang ini.
Memang, diakui bahwa lembaga pendidikan (sekolah) memiliki tanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan anak-anak untuk dapat berperan ambil bagian dalam membangun bangsa ini. Tetapi keikutsertaan dalam proses membangun itu juga perlu disertai “mawas kedalam” pribadi -per–pribadi.
-------------------------------------------
[1] Pernah suatu ketika Pak Tanu jam 22.35 datang ke rumah. Ia meminjam uang karena malam itu ia kecelakaan. Becak pak Tanu, remnya blong, jalan tak terkendali. Becak nabrak kotak sampah, becak terbalik, rusak; sementara kotak sampah (milik dinas kebersihan kota) pecah. Kebetulan di becak tersebut ada barang belanjaan seorang ibu yang mempercayakan padanya. Telur ayam ras tiga set kardus. Minyak sayur 10 liter. Tomat 5 kg. Ia harus mengganti telor yang pecah, minyak sayur yang tumpah dan tomat 5 kg yang lonyot (sebagai bentuk tanggung jawab).
[2] Satu sisi guru adalah membantu (subsider) orang tua murid di rumah. Di lain sisi, Guru adalah pendamping siswa di sekolah, atau “orang tua” siswa di lembaga pendidikan, tempat siswa dididik. Artinya dari kenyataan dua hal tersebut, semestinya elemen-elemen itu dapat saling mengisi, bekerjasama guna tercapainya proses pendidikan. Pendidikan tak hanya diukur dari nilai rapot, ijazah yang diterima peserta didik, namun juga ada proses mengasah budi, mengasah kalbu, mengasah cinta dan pengharapan-pengharapannya dimasa depan (bdk. Prof. DR.BS.Mardiatmaja SJ, Belajar Mendidik (Yogyakarta:Kanisius,2017), hal.10-11.
SELAMAT HARI GURU SEDUNIA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H