Warna bendera merah putih itu sudah tak cerah lagi. Pudar. Sudah belasan kali, ia dikibarkan. Sudah ratusan jam, bahkan ribuan jam ia digelantang diterik matahari. Panas...panas dan panas. Beberapa hari menjelang dikibarkan, bendera itu berkata,
"Indonesiaku, dengan warna yang kusam ini, kenapa engkau masih tega menggelantangku diterik matahari ini. Warnaku yang sudah kusam ini akan memudarkan kilau awan negerimu. Cobalah mengadakan perubahan sedikit. Carilah kain merah dan putih yang lebih bagus, jahitlah."
"Ah, kau dipakai - dikibarkan cuma beberapa jam saja dalam minggu ini. Selebihnya tidak, selebihnya akan masuk kotak. Apalah artinya bendera, diperbagus". Kata orang-orang yang ada di sekitar itu.
"Oh, Indonesiaku...Indonesiaku. Orang-orang terdahulu memperjuangkanku dengan berdarah-darah. Membelaku dengan tak kunjung henti. Kini engkau tinggal merawat memperhatikan, seolah kau akan kehilangan hidupmu dalam menit ini juga. Sibuk. Aku ini memang cuma dua lembar kain yang disatukan. Cuma dua warna pengertian yang dipadukan. Tapi ingatlah, hembusan nafas jutaan manusia berlindung di dua lembar kainku yang disatukan ini."
"Ya...ya....kami tahu. Tapi duren-duren, roti-roti; biyen-biyen saiki-saiki (yang lampau biarlah menjadi kenangan masa lampau, masa kini ya untuk sekarang ini)". Orang-orang itu berkilah.
Terjadilah. Bendera kusam itu dikibarkan. Ia sebenarnya meronta ditiup angin. Meronta karena malu. Malu karena mestinya ada warna merah putih yang lebih cerah, yang diberi semangat membara , tapi orang enggan menggunakannya. Enggan mengibarkannya. Tak mengherankan, kibaran bendera kusam itu dilihat 'sebelah mata' oleh yang lain. Kibaran bendera itu "tak dianggap" oleh orang-orang yang lewat. Bahkan ada orang-orang yang lewat berkomentar, kalau benderanya saja dibiarkan kusam (dan masih dikibarkan) pastilah negaranya juga kusam...mungkin kelabu. Mungkin kini ada rakyatnya berkelahi, gebuk-gebukan, ditelan lumpur... masih ada yang korup.....    Oh...oh identitas. Identitas yang kadang terlindas.
Apaboleh buat. Bendera itu tetap diam. Ia sadar, ia harus berkibar.....demi jati diri. Dan itulah bangsa. Bangsa yang perlu meng-orientasi-kan dirinya lagi; dan bangsa yang perlu senantiasa berbenah diri lagi.... Semoga demikian.
______________________________________
*Terimakasih Indonesiaku....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H