Aku mempunyai seekor kerbau. Jantan. Dua hari lalu ia berlalu lalang di jalan desa. Bahkan ia sering keliling desa, merumput. Sering kerbauku itu menjadi batu sandungan banyak orang. Pertama, badannya yang "mbleneg", gendut menghabiskan badan jalan desa yang rata-rata sempit. Lebih dari itu, jika kerbauku merumput; tak jarang (jika tak mau dikatakan sering)....kerbau-kerbau yang lainpun ikut "ngrambul"... berbaur. Jadilah perkumpulan kerbau desa yang bergerudugan di jalan desa. Gerudugan dan gerombolan kerbau inilah yang mengganggu orang yang akan melewati jalan desa.
Aku sebenarnya sudah dilaporkan kepada pihak berwajib. Dan pihak berwajib akan mengadiliku. Namun aku berkilah, jika akan mengadiliku harus menggunakan ilmu perbinatangan. Bukan ilmu kemanusiaan karena yang membuat masalah binatang...bukan diriku.
Lalu mereka mengatakan, bahwa kerbau itu millikku. Aku juga mengatakan, bukti kepemilikan tak ada. Kerbau itu tak bertali. Kerbau itu menjadi milikku jika kuikat di kandangku. Ketika mereka hendak membunuh kerbau yang berkeliaran di jalan itu.... giliran aku yang marah. Kataku, mereka juga mempunyai hak hidup.....
Orang-orang berteriak-berteriak, "Kebo ndableg...Kebo ndableg".
_____________________________________
*) kebo ndableg: kerbau yang tak mempan nasehat, alias dungu alias oon.....
dalam kasus ini, agak susah dibedakan mana kerbau dan pemilik kerbau.....
aku mumet....nyut...nyut....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H