“ting.. tung.. ting.. tung..!!”
“permisi..! ” teriak suara dari luar. Tanpa pikir panjang aku pun segera menghampiri sumber suara.
“duaakk!!”
“aww..!!” teriakku kesakitan. Hadeeh… gini nih, bela-belain tamu siang bolong sampai lututku harus menjadi korban, memar. Awas aja kalo tamunya bikin dongkol, bakal ku usir sekejap.
Dengan hati dongkol plus nyengir kesakitan aku pun melanjutkan langkahku perlahan, menuju pintu depan.
“ting.. tung.. ting.. tung..!!” lagi-lagi bel terdengar ricuh
“iya bentar, sabar dikit napa!” ocehku dongkol. Detik kemudian aku pun membuka pintu. Seketika raut mukaku berubah, berbinar-binar dengan pandangan tetap ke depan, lututku yang sebelumnya terasa berat sekejab terasa ringan. Denyut nadiku pun terasa mengalir lebih deras bak air terjun di pengunungan.
‘ohh romeoku, benarkah kau tercipta untukku??’ batinku mulai tak karuan, bahagia tiada tara.
“permisi,,” sapanya membuyarkan lamunanku. Beneran deh, ini yang selama ini ku tunggu. TOP cerr!! Oke punya deh.
“oh iya, ada apa ya?” jawabku cepat
“apa benar ini rumah Tania?” tanyanya kemudian, sopan dan ramah.
“iya, maaf anda siapa ya?” balasku tak kalah ramah, yah setidaknya mengimbangi lah. Hehe
“kenalin, gue reza” tukasnya kemudian. seraya mengulurkan tangan kanannya , aku pun menerima ulurannya dengan senang hati.
“Tania”
“silahkan masuk,,” tambahku kemudian.
“sorr tan, kapan-kapan aja. Gue Cuma mau ngasih ini” balasnya kemudian, terlihat agak tergesa-gesa. Kemudian menyodorkan sekotak pizza.
“lho? Dari siapa?” tanyaku heran
“udah dulu tan, gue buru-buru.. ” tanpa menjawab pertanyaanku reza pun segera pergi.
Aku tetap terpana dengan tingkah laku reza. Siapa dia? Tiba-tiba datang dan membawa sekotak pizza untukku. Kok tau ya kalo ini rumahku? Lagian aku juga bukan termasuk jajaran orang tenar di kampus, apalagi untuk kategori artis kampus. Idiihh..
Batinku lagi-lagi rebut dengan kedatangan reza. Meski lumayan banget karna dapet paket pizza gratis, tapi ga enak juga kalo aku nerima pemberian dari orang yang baru aku kenal. But so what? Yang pentig makan,, hehe
Aku segera mengatur posisi di depan televise. Membuka pelan kotak pizza, terselip kertas pink hijau yang terselipkan di tepi kotaknya. Reza ada-ada aja deh! Batinku
“tan, gue tantang elo buat taklukin hati gue!”
Reza
Deng! Maksutnya? Pede banget tu cowok nantangin buat takhlukin hatinya. Aku menggeeng- gelengkan kepalaku, diam sejenak untuk mencerna surat selip yang baru saja aku baca. Mencerna maksud kedatangan surat itu. dan satu hal yag kutemukan dalam benakku adalah cowok itu bener-bener bikin muak! Nantangin dengan menyogok sekotak pizza. Aahh.. Seketika nafsu makanku pun hilang.
“dek, pizzanya mau tuh” canda kak Mario setelah mendapati sekotak pizza di depanku
“nih, ambil aja semua!” balasku sisnis seraya menyodorkannya.
Sedongkol-dongkolnya aku biasanya, gak sampe kek keadaan ini. huuh sumpah, bikin muak. Tampang oke memang tapi ga pake sok gitu juga kali!
Kak Mario pun segera menghampiriku, tepatnya menghampiri pizza di hadapanku. Tanpa piker panjang ia pun langsung menyantapnya.
“kenapa dek, cemberut gitu?” tanya kak Mario. Dengan mulut yang penuh dengan makanan.
“ini nih, pemberian orang aneh!” jawabku sewot
“aneh? Siapa?”tanyanya antusias. Seketika mulutnya berhenti mengunyah
“tau ah, Reza!” balasku kemudian dengan rentetan garis pada jidatku merapat. Sejenak aku meninggalkannya sendiri.
***
Matahari pun mulai kembali pada peraduannya. Ternyata luburan tahun baruku tatap seperti dulu ‘nothing special!’ gara- gara ayah yang baru saja pulang dari Australia jadi ga bisa hangout bareng temen-temen. Nyebelin deh! Ditambah lagi dengan lututku yang memar akibat kejadian kemarin serta paketan reza yang membuatku menjadi-jadi. Aaahh.. I hate new year!!
Aku pun keluar dari rumah, menikmati panorama langit yang indah dihiasi dengan serpihan awan putih dan goresan pelangi akibat rintik hujan yang baru saja berhenti. Yah, sore ini terasa sangat damai. namun bayangan reza mulai muncul, membentuk berjuta tanda tanya yang menggunung. Tiba- tiba hapeku bergetar, tanda SMS masuk, aku pun segera membukanya.
“tan jalan yuk! Reza.”
Tuh, kan belum juga kelar mikirin orang ini. eeh SMS nya uda nongol. Jalan? Nggak? Jalan? Nggak? Jalan! Yup, langkah awal buat cari tau tentang reza! Segera aku pun meng iyakan ajakan reza.
“oke, sekrg ak did pan rumah”
Klik send! Yah, ini saatnya aku buktikan bahwa aku bukan cewek payah. Tunggu aja tanggal mainnya, aku juga bisa membuat reza kapok!
“KRIING!!”
What? Pake sepeda onthel? Batinku terkejut setelah mendengar suara bel dari belakangku. Aneh! Tinggal tunggu tanggal mainnya ya reza sayang, kamu ngajak main- main dan aku mengiyakan.
“kak, gue cabut!” pamitku. Seketika meninggalkan halaman setelah mendapati reza beserta sepeda onthelnya.
Yup! Jalan- jalan pake sepeda onthel di sore hari. Menelusuri trotoar sepanjang jalan kota bandung. Cukup aneh memang dengan hari ini, tapi memang mengesankan.
***
“ngapain aja lu kemarin tan?” tanya mia setelah mendapatiku duduk manis di sebelahnya.
“gue? Jalan sama reza!” jawabku santai, yah tentunya dengan gaya khasku. Hehe
“so, elo udah kenal sama siswa baru kelas 12 itu?” tanyanya antusias
“heh? Reza sekolah di sini? Nggak salah?” tanyaku, terkejut dengan kabar yang barusaja kudengar.
“elu belum tau ya, namanya reza. Pindahan dari jogja gara-gara ortunya pindah dinas, jadi dia ikut pindah. Kabarnya sih gitu” jelas mia panjang lebar. Kami pun sibuk dengan pikiran masing- masing.
Aku terkejut, mataku terbelalak lebar setelah mendapati sekotak pizza yang baru ku temukan di laci bangkuku. GILA! Bisa bisa bakal berdiri di depan ini, secara larangan keras membawa makanan di kelas. Batinku tak karuan. Dengan gerak cepat aku pun segera memasukkan kotak pizza itu ke dalam tasku untung hari ini pelajarannya tidak membutuhkan banyak referensi, jadi aku bisa memindahkan beberapa bukuku ke dalam laci dan meletakkan kotak pizza itu di dalam tas ranselku.
Beberapa menit berlalu tapi belum juga terdengar bel istirahat berbunyi, aku masih sibuk dengan bejibun pertanyaan soal perkara yang baru kutemukan. Dari siapa ini? kenapa memberiku pizza? Apa penggemarku? Sejak kapan aku punya penggemar? Aahh entahlah.
Kriing..!! kriing..!!
Akhirnya bel yang kunantikan sudah terdengar, seketika teman- temanku pun berbondong- bonding keluar kelas. Tapi kali ini, aku memilih untuk menetap di kelas. Membuka kotak pizza yang tadi pagi kutemukan.
Dear Tania,
Selamat! Elo uda berhasil menakhlukkan hati gue. Jam 10 dateng ke kelas gue, buat bilang kalo elo terima cinta gue!
~Withlove, reza~
Ah? Apa lagi mau anak ini? gila aja aku harus datang ke kelasnya hanya untuk bilang bahwa aku terima dia. Sebenrnya yang butuh itu siapa yaa?? Lagi-lagi bejibun pertanyaan dan carut marut otakku mulai tak karuan.
Jam sudah menunjukkan pukul 09.30, 15 menit lagi bel akan berbunyi untuk menunjukkan jam pelajaran akan dimulai kembali. Aku masih duduk di bangku kelasku, memandangi selebaran kertas yang sampai detik ini memenuhi otakku. Memang aku ingin tahu sebenarnya alur apa yang akan ia suguhkan kepadaku, tapi harga diri banget donk harus dateng ke dia buat mengikuti kemauannya. Dan akhirnya aku memutuskan untuk tidak menghiraukannya.
***
“Tania !”
Sejenak aku terhenti dari langkahku setelah mendapati seseorang memanggil namaku. Yah, suara yang tak asing lagi di telingaku. Reza.
“ikut gue!” ucapnya kemudian, kali ini aku tidak bisa memberontak karena lengan kananku sudah tercekam erat olehnya. Ahh sial!
“mau kemana?” tanyaku kemudian, kali ini reza tidak menjawab. Ia memberikan helm mengisyaratkan agar aku segera memakainya, dengan dongkol aku pun mengikutinya.
Sumpah dah, harus bagaimana aku kali ini, seperti sudah dihipnotis oleh Reza. Secara, sejak istirahat aku tidak mengisi perutku gara-gara sekotak pizza misterius itu yang akhirnya kuputuskan untuk memberikannya kepada teman-temanku, muak juga iih makan sogokan dari reza.
Perlahan meninggalkan area sekolah, kemudian dengan kecepatan yang aku pun tak menyadarinya. kami meluncur, sesekali reza menarik tanganku agar aku berpegangan. Aku menutup mataku dalam dan aku pun mengikutinya, takut. beberapa menit berlalu kami pun berhenti di sebuah jembatan diantara jurang- jurang yang tak pernah kudatangi sebelumnya.
“Tania, lihat jurang di sebelah sana” ucapnya kemudian, seraya mengangkat jari telunjuknya menunjukkan jurang yang dimaksutkan. Apa-apaan anak ini, benar-benar tidak bisa ditebak sepertinya. batinku . Masih terbungkus rapi dengan benih kedongkolanku. Dengan paksa aku pun melihatnya. Sungguh terlihat sangat dalam dan mengejutkan.
“kenapa emang?” ucapku kemudian, dengan lagakku yang terlihat amat tak baik.
“jurang itu dalem tan, sedalem cinta gue sama elo..” uuhh.. gombal taun berapa ini? bisa-bisanya masih berlaku di era globalisasi kayak sekarang ini. hahaha, batinku tertawa. Terlukis raut wajahnya yang teduh, yah ini kali pertama aku melihatnya dengan raut yang berbeda dengan tatapan dalam yang tertuju pada jurang itu. Namun aku masih terkikik dengan kalimatnya.
“dapet kalimat dari sejarah mana lu barusan? Kuno amat..” balasku kemudian, dengan senyum yang sengaja ku tahan.
“dari sejarah hidup gue bersama elo!” ucapnya kemudian. kali ini ia mengalihkan pandangannya, menatapku dalam.
Aku yang tadinya cekikikan dengan kalimat kuno reza seketika terdiam, mencerna sepatah kata yang baru saja terucap dari mulut reza, sepatah kata yang benar-benar membuat otakku berpikir keras.
“ gue tau semua tentang elo tan, dulu”
“elo yang selalu butuh pizza buat tenangin hati elo,”
“elo yang selalu jalan-jalan buat hilangin kejenuhan elo”
“dan asal lo tau, elo satu-satunya cewek yang sudah bikin gue sakit tan, sakit karena gue ga bisa penuhin semua keinginan elo!” seketika sekujur tubuhku membeku. Rentetan kalimat reza lah yang telah menjadikanku seperti ini, dan memaksaku untuk kembali pada duniaku beberapa tahun lalu. Aku pun tetap membisu.
“gue, afan fahreza yang udah loe tinggalin selama ini” tambahnya kemudian.
Degh! Afan? Dan reza adalah potogan nama setelahnya? Aaarrgghh!! Ternyata memang dia adalah masalaluku yang kutinggalkan. Reza, si putra tidur yang hanya bisa berbaring lemah di rumah sakit, dia koma dan aku memutuskan untuk meninggalkannya karena aku sudah putus asa dan tak tahu lagi apa yang harus aku lakukan. Aku terlalu sakit untuk kehilangannya. yah, itu adalah satu- satunya keegoisanku yang telah membuatku meninggalkannya waktu itu.
“maafin gue za,” tanpa sadar, air mata yang sebelumnya memenuhi mataku pun seketika menetes. Sakiit, yah itu adalah jeritan hatiku kali ini.
“maafin gue yang egois, ga ngerti keadaan elo waktu itu” tambahku, air mataku semakin deras. Aku menunduk. Benar-benar merasa bersalah kepada reza, entah dengan cara apalagi aku harus menebusnya.
Tanpa sadar, ia meraih tanganku lembut.
“sekarang elo milik gue tan, dan ini saatnya aku kembali memenuhi keinginan elo!” ucapnya kemudian, suara yang terdengar menenangkan. Lalu ia mengusap air mataku perlahan. Senyman hangat kembali mengembang di wajahnya, aku pun mengikutinya. Mencoba melukiskan senyuman terindah untuknya, masalaluku yang setia.
Entah apa yang akan ku katakan, aku masih sibuk membenarkan puncak terindah dalam hidupku. Saat menegangkan yang berakhir kebahagiaan yang abadi. Terimakasih tuhan telah kau ciptakan kekasih seperti dia untukku. Love you too reza, akan kuciptakan dunia yang lebih indah dari masalalu kita, yang penuh kasih sayang dan cinta.
The end J
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H