Abstrak
Pertumbuhan ekonomi dan penerimaan perpajakan selalu menjadi isu penting yang menjadi perhatian public di negara kita. Selalu ada selisih target penerimaan pajak dengan realisasi penerimaan yang cukup besar, hingga menjadi pola pembahasan yang menarik di tengah masyarakat. Oleh sebab itu, studi ini dilakukan untuk mencoba melihat kembali potensi penerimaan perpajakan, dari komponen pajak pertambahan nilai (PPN) dengan menggunakan table input-output 192 sektor tahun 2010. Studi ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif, yang bertujuan untuk melihat potensi kontribusi sector-sektor kunci sebagai penyumbang terbesar dalam penerimaan PPN di Indonesia. Hasil estimasi potensi penerimaan PPN dari sektor-sektor utama akan dibandingkan dengan realisasi penerimaan PPN, sehingga akan terlihat sector prioritas mana saja yang potensi PPN nya besar agar dapat diawasi kepatuhannya.
Kata Kunci: potensi pajak, pajak pertambahan nilai, analisis input-output, pertumbuhan ekonomi, penerimaan perpajakan
Abstract
Economic growth and tax revenues have always been important issues that are of concern to the public in our country. There is always a difference in the target of tax revenues with a substantial realization of revenues, to become an interesting pattern of discussion in the community. Therefore, this study was conducted to try to look back at the potential for tax revenue, from the component of value added tax (VAT) using the input-output table of 192 sector in 2010. This study uses quantitative descriptive analysis, which aims to look at potential key sector contributions as the biggest contributor to VAT receipts in Indonesia. The estimation results of potential VAT receipts from the main sectors will be compared with the realization of VAT receipts, so which priority sectors will appear that have a large potential VAT to be monitored for compliance.
Keywords: potential tax, value added tax, input-output analysis, economic growth, tax revenue
PENDAHULUAN
Latar Belakang Permasalahan
Metode self-assessment atas perhitungan pajak baik pajak perorangan, maupun pajak badan usaha di Indonesia selalu memungkinkan menimbulkan selisih perhitungan pajak terhutang. Potensi pajak yang sesungguhnya tentu akan lebih besar dibandingkan dengan realisasi pajak yang dibayarkan. Ada banyak sebab yang dapat mengakibatkan munculnya selisih perhitungan tersebut, misalnya karena kondisi perekonomian, layanan kantor pajak yang belum maksimal, rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak, kurangnya informasi yang lengkap dan detail bagi wajib pajak, mungkin juga karena penyalahgunaan wewenang oleh oknum-oknum terkait dan sebagainya.
Target penerimaan pajak di Indonesia seringkali tidak sama atau lebih rendah dengan realisasi penerimaan pajak. Tidak masalah jika target penerimaan tidak tercapai atau lebih rendah, asalkan dipersiapkan scenario alternative sebagai sumber pembiayaan selain dari target penerimaan perpajakan yang tidak tercapai. Apabila target penerimaan meleset terlalu jauh tentu akan mempengaruhi RAPBN yang sudah ditetapkan dengan asumsi target penerimaan sebagaimana telah direncanakan.
Oleh sebab itu, perlu dilihat kembali sector mana saja yang diperkirakan akan mampu memberikan peningkatan kontribusi PPN sehingga menjadi sector penopang pertumbuhan penerimaan PPN. Kemudian, dengan mempertimbangkan potensi PPN masing-masing sector penopang, kondisi perekonomian, kebijakan perpajakan, serta layanan kantor pajak, dapat diproyeksikan target penerimaan PPN untuk tahun berikutnya. Penetapan target penerimaan perpajakan tidak semata-mata dipengaruhi oleh estimasi penerimaan pajak di atas kertas, namum juga tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menjadi bagian dari gambar besar yang dikenal dengan politik ekonomi. Paling tidak, dengan melihat kembali potensi penerimaan pajak berdasarkan harga produsen ini dapat menjadi semangat bagi aparat pajak untuk tak pernah lelah terus bekerja dan berkarya demi bangsa dan negara tercinta Indonesia.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis perlu mengetahui seberapa besar potensi penerimaan pajak dari komponen pajak pertambahan nilai (PPN) atas sector-sektor utama, dibandingkan dengan realisasi penerimaan PPN. Besarnya potensi yang terlihat dapat dijadikan prioritas bagi otoritas pajak untuk focus mengawasi kepatuhan pajak pada sector-sektor tersebut.
Manfaat Analisis
- Analisis ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai besarnya potensi PPN yang belum dapat dikumpulkan;
- Sebagai bahan referensi dan informasi bagi mahasiswa, peneliti, dan masyarakat luas yang akan melakukan kajian selanjutnya.
Tinjauan Pustaka
Waluyo (2013:2) mendefinisikan pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan- peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dibebankan pada setiap transaksi jual beli barang dan jasa yang dilakukan wajib pajak (WP) pribadi atau wajib pajak badan yang bisa juga merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP). Maka, yang berkewajiban mengumpulkan, menyetor dan melaporkan PPN adalah para Pedagang/ Penjual. Tapi biasanya, pihak yang berkewajiban membayar PPN adalah konsumen akhir. Sedangkan untuk pengertian yang lebih spesifik lagi, dijelaskan oleh Waluyo (2011:9) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (di dalam Daerah Pabean), baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa. PPN ditetapkan sebesar 10% atas setiap barang dan jasa yang diproduksi di Indonesia.
Objek pajak yang dikenai PPN antara lain adalah:
- Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
- Impor Barang Kena Pajak;
- Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
- Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
- Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Undang-Undang PPN No. 18 Tahun 2000 Pasal 9 Ayat 1, maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
PPN = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
Dasar Pengenaan Pajak merupakan jumlah harga jual atau penggantian impor atau nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
PPN merupakan komponen penerimaan perpajakan terbesar setelah Pajak Penghasilan, baik PPh Migas dan Non-Migas yang mencapai Rp 637,9 triliun, kemudian diikuiti oleh penerimaan PPN sebesar Rp 480,7 triliun.
Mengutip data-data dari Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan Pajak pada periode Januari-Februari 2018 tercatat sebesar Rp153,4 triliun (10,77 persen dari APBN 2018), tumbuh 13,48 persen secara year-on-year (atau tumbuh 14,81 persen apabila tidak menghitung penerimaan uang tebusan Tax Amnesty tahun lalu pada 2017).
Tumbuhnya penerimaan PPN domestik pada awal 2018 juga didukung oleh adanya pertumbuhan nilai penerimaan sekaligus jumlah pembayar pajak. Penerimaan PPN Dalam Negeri yang sifatnya sukarela (voluntary payment) pada Januari-Februari 2018 tumbuh 10 persen atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tumbuh 8,8 persen. Jumlah Wajib Pajak (WP) yang melakukan pembayaran PPN domestik juga mengalami kenaikan sebesar 7,4 persen.
Â
METODE ANALISIS
Jenis Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data sekunder, data yang telah ada dan tersedia disajikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) serta data-data dalam Buku Saku APBN dan Indikator Ekonomi 2018 yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan. Data tersebut merupakan data empiris yang merupakan informasi publik, yang kemudian dihimpun dan diterbitkan secara luas bagi masyarakat.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam kajian ini sudah tersaji dalam bentuk tabel kronologis berdasarkan tahun. Kerena keterbatasan dana dan waktu, penulis menggunakan data yang sudah tersedia.
Metode Analisis Data
Model analisis yang digunakan adalah digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif dengan menggunakan table input-output nasional 192 sektor tahun 2010 yang merupakan table transaksi domestic atas harga produsen. Analisis ini bertujuan untuk mengestimasi potensi penerimaan PPN atas setiap sector. Kemudian potensi penerimaan dari sector-sektor utama akan dibandingkan dengan realisasi penerimaan PPN pada tahun 2010. Maka akan terlihat besaran selisih pajaknya, serta rasio pengumpulan PPN nya.
Â
PEMBAHASAN
Salah satu asumsi dari analisis ini adalah bahwa tabel input-output 192 sektor tidak akan disesuaikan dengan sejumlah sector yang dibebaskan dari tariff PPN berdasarkan Undang-Undang nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPN-BM. Asumsinya adalah seluruh sector akan dianggap sebagai basis pajak potensial. Demikian juga proporsi PPN yang dikenakan atas UMKM berdasarkan PMK-197/PMK.03/2013 dengan batas tertentu dibebaskan dari PPN, tidak diperhitungkan dalam analisis ini. Hal ini dilakukan untuk melihat potensi maksimal dari masing-masing sector.
Selanjutnya, estimasi dilakukan dengan langsung menggunakan kolom 309 dari table input-output yang merupakan jumlah total permintaan akhir dari masing-masing sector/ total output yang diduga dapat dikenai PPN sebesar 10%. Kolom 309 akan dikalikan dengan 10% untuk mendapatkan jumlah potensi PPN.
DAFTAR PUSTAKA
- Direktorat Jenderal Anggaran. Buku Saku APBN dan Indikator Ekonomi 2018. 2018. Jakarta: Kementerian Keuangan;
- Hidayat Amir, Suahasil Nazara. Analisis perubahan struktur ekonomi dan kebijakan strategi pembangunan Jawa Timur Tahun 1994 dan 2000. Jakarta; JEPI;
- Eldo Malba, Iqbal M. Taher. Analisis input-output atas dampak sector pariwisata terhadap perekonomian Maluku. Jakarta: Jurnal Universitas Indonesia;
- Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometri Dasar. Terjemahan: Sumarno Zain, Jakarta: Erlangga;
- Heru Setiadi. 2015. Input-output analysis to estimate Indonesia's value added tax potential. Jakarta: Thesis
- Mardiasmo. 2008. Perpajakan. Yogyakarta: Andi;
- Soemitro, Rochmat. 2007. Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan. Bandung: Eresco;
- Suparmoko. 2005. Keuangan Negara, Dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta;
- Todaro, Michael dan Stephen C. Smith.2016. Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Erlangga;
- Undang-undang nomor 17 tahun2003 tentang Pengelolaan Keuangan Negara.
- Undang-Undang nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPN-BM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H