Di tengah pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat pesat, Indonesia dihadapkan pada situasi yang tidak sederhana.
Angka kemiskinan di Indonesia tergolong masih tinggi sama dengan negara-negara berkembang lainnya. Prediksi yang mengatakan bahwa bonus demografi akan terjadi di Indonesia pada tahun 2045 harus disikapi secara kritis.
Siapakah yang akan menikmati bonus demografi itu? Apakah bonus demografi akan dinikmati negara-negara produsen yang menjual produknya ke pasar "empuk" di Indonesia? Apakah bangsa kita hanya akan melahirkan generasi masyarakat miskin dengan produktivitas yang sangat rendah pada 2045?Â
Oleh sebab itu, perlu dilihat kembali bagaimana program perlindungan social dan penanggulangan kemiskinan serta kenaikan pendapatan per kapita menekan angka kemiskinan. Hal ini dilakukan agar dapat dievaluasi kembali dan dirumuskan model penanggulangan social dan pemberdayaan seperti apa yang paling efektif menekan angka kemiskinan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana pengaruh program perlindungan social dan penanggulangan kemiskinan serta kenaikan pendapatan per kapita terhadap pengurangan angka kemiskinan di Indonesia pada tahun 2013 s.d. 2017?
Kemiskinan adalah suatu situasi ketidakmampuan secara ekonomi untuk memenuhi ukuran taraf hidup rata-rata masyarakat di suatu wilayah. Kondisi ketidakmampuan ini terlihat dari rendahnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok baik berupa sandang, pangan dan papan.
Pendapatan yang rendah ini juga akan berdampak pada berkurangnya kemampuan untuk memenuhi taraf hidup rata-rata seperti taraf kesehatan masyarakat dan standar pendidikan tertentu.
Kondisi masyarakat yang disebut miskin dapat diketahui berdasarkan kemampuan pendapatan dalam memenuhi standar hidup (Nugroho, 1995). Pada pokoknya, standar hidup suatu masyarakat tidak hanya tercukupinya kebutuhan sandang, dan pangan, akan tetapi juga tercukupinya kebutuhan akan kesehatan serta pendidikan.Â
Tempat tinggal yang layak merupakan salah satu ukuran taraf hidup atau taraf kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah. Berdasarkan kondisi tersebut, suatu masyarakat disebut miskin apabila memiliki pendapatan jauh lebih rendah dari rata-rata pendapatan sehingga tidak banyak memiliki kesempatan untuk mensejahterakan dirinya (Suryawati, 2004).
Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data sekunder, data yang telah ada dan tersedia dalam Buku Saku APBN dan Indikator Ekonomi 2018 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan. Data tersebut merupakan data empiris yang merupakan informasi publik, yang kemudian dihimpun dan diterbitkan secara luas bagi masyarakat.
Data yang diperlukan dalam kajian ini sudah tersaji dalam bentuk table, sehingga sudah siap untuk diolah. Kerena keterbatasan dana dan waktu, penulis menggunakan data yang sudah tersedia.