Mabuk diharamkan baik di bulan Ramadan maupun di luar Ramadan. Kalau di bulan Ramadan itu lebih berat lagi keharamannya.
Ibadah puasa dianggap sah kalau niat sejak malam dan siuman menjelang siang. Kalau tidak siuman seharian penuh, maka puasanya tidak sah dan harus diqadha.
Zakariah Al-Anshari mengatakan dalam kitab 'Syarh Manhajit Tullab Ma'a Hasyiyal Bujairami, 2/76, "Dan Syaratnya (berpuasa) adalah Islam, berakal dan bersih dari semacam haid, sepanjang hari. Maka tidak sah berpuasa bagi orang yang ada kehilangan sifat ini walau pada sebagiannya (di sebagian hari), sebagaimana halnya shalat.
Tidur tidak membatalkan puasa walau tidur seharian penuh. Â Juga tidak membatalkan jika pingsan di sebagian hari. Berbeda dengan pingsan atau mabuk sepanjang hari. Karena pingsan dan mabuk, dapat mengeluarkan seseorang dari kelayakan untuk malakukan kewajiban. Berbeda dengan tidur, dia diwajibkan mengqadha shalat yang terlewatkan (karena tidur) tapi tidak wajib mengqadha terlewatn karena pingsan dan mabuk secara umum.
Disebutkannya masalah mabuk itu tambahan dariku. Siapa yang minum minuman memabukkan di malam hari dan siuman menjelang siang, maka puasanya sah."
Sulaiman mengatakan dalam catatan kaki (hasyiah) buku Syarhul Minhaj, 2/334, "Kesimpulannya, bahwa pingsan dan mabuk jika keduanya terjadi, baik karena sengaja atau tidak, kalau sampai terjadi sepanjang waktu siang, maka dia diharuskan mengqadhanya. Kalau tidak, artinya tidak terjadi sepanjang waktu siang dan dia telah niat (puasa) pada waktu malamnya, maka puasanya sah."
Kedua:
Hilangnya akal karena mabuk itu dapat membatalkan wudhu namun tidak diharuskan mandi (besar).
Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, "Hilangnya akal itu ada dua macam, karena tidur atau karena faktor lainnya. Adapun yang karena factor lainnya, seperti  gila, pingsan, mabuk dan semacam obat-obatan yang dapat menghilangkan akal, maka hal itu dapat membatalkan wudu, baik sedikit maupun banyak, berdasarkan ijmak (konsensus ulama)." (Al-Mughni, 1/128).
Beliau berkata, "Dan tidak diwajibkan mandi bagi orang gila dan pingsan apabila dia siuman jika tidak bermimpi junub (dan keluar mani). Sepengetahuan saya hal ini tidak ada perbedaan dikalangan para ulama. Karena hilangnya akal pada dirinya bukan sesuatu yang mengharuskan dia mandi sementara adanya sesuatu yang keluar (dari kemaluan) itu masih diragukan. Maka sesuatu yang yakin tidak dapat dihilangkan dengan sesuatu yang meragukan. Kalau dia yakin ada mani yang keluar (dari kemaluan), maka keduanya harus mandi. Karena hal itu dari mimpi, maka termasuk dalam kategori sesuatu yang wajib (mandi) yang telah disebutkan." (Al-Mughni, 1/155).
Maka bagi orang yang mabuk, hendaknya dia bertaubat kepada Allah taala, berwudu dan menunaikan shalat. Puasanya dianggap sah, meskipun wudunya terlambat. Karena wudhu diwajibkan ketika ada keinginan untuk shalat dan semisalnya, tidak ada hubungan dengan sahnya puasa.