Beberapa bulan yang lalu, dunia dikejutkan dengan adanya Panama Papers dimana sekumpulan jurnalis mem-publikasikan daftar perusahaan yang ada di Panama. Di Indonesia, semua orang sibuk mencari nama-nama yang mereka kenal dan mulai mempertanyakan keberadaan beberapa nama orang Indonesia di Panama Papers. Tetapi, seperti biasanya, Indonesia tidak bisa memetik sesuatu yang positif dari hal tersebut dan akan berhenti serta dilupakan.
Walaupun kita tidak bisa memastikan siapa yang membocorkan Panama Papers dan untuk tujuan apa, ini tentu berkaitan dengan kondisi ekonomi dan perubahan yang cukup drastis dalam dekade terakhir. Sebelum Panama Papers dipublikasikan, sudah banyak artikel tentang ketimpangan kekayaan individu didunia ini. Dari hasil analisa, cuma 1% dari penduduk yang sebenarnya menguasai 80% aset yang ada di planet bumi ini. Â Dalam dekade terakhir, banyak billionaire baru yang dilahirkan di China dan India. Perubahan yang begitu cepat dari segi produksi memacu konsumsi dan persaingan yang sangat ketat. Dalam catatan sejarah manusia, ini yang pertama kalinya terjadi massive production dengan jumlah konsumer yang sedemikian banyaknya. Bukan cuma jumlahnya, tetapi juga terhubung (wired) satu dengan lainnya.
Jadi, bagaimana dengan production dan consumption distribution, atau yang lebih tepat bagi yang memiliki aset besar adalah masalah wealth distribution. Orang-orang kaya di negara barat tidaklah semudah itu dapat menerima orang-orang kaya baru di China. Terjadi perubahan pola kekayaan dalam waktu singkat dan membuat wealth shifting dengan cepat. Di Eropa dan Amerika, kekayaan individu lebih mudah untuk dilihat dari laporan kekayaan mereka. Lebih sedikit presentasi yang tersembunyi ketimbang yang diketahui oleh pemerintah. Kebanyakan individu yang kaya dalam bentuk aset produktif dalam stok perusahaan besar. Tidak demikian dengan negara lain dimana individu-individu kaya tidak hanya memiliki perusahaan, tetapi juga banyak yang disembunyikan dalam bentuk idle aset, apakah itu dalam bentuk simpanan deposito di negara tax haven, ataupun dalam bentuk idle property misalnya.
Salah satu cara untuk menggerakkan wealth distribution dari individu-individu dengan idle aset, adalah dengan membuka sebanyak mungkin daftar kekayaan seseorang sehingga idle aset seperti simpanan cash dapat 'berputar'. Ingat selain Panama Papers yang membuat daftar perusahaan orang asing di Panama, masih ada Papers yang lain, dan yang lebih penting adalah dimanakah sebetulnya aset individu-individu tersebut. Kita tunggu apakah informasi selanjutnya bisa dipublikasikan atau tidak. Â Rasanya agak tanggung kalau kita cuma diberikan preview Panama Papers yang agak kadaluarsa. Masih banyak kejutan lainnya, barangkali ada tujuan membuat dunia ini masuk ke sistem sosial.
Lalu, apa hubungannya antara Panama Papers dengan tax amnesty Indonesia? Ya, yang jelas dengan program tax amnesty, kita tidak perlu mempertanyakan lagi orang-orang yang ada di daftar Panama Papers karena akan dibersihkan uang mereka. Pemerintah berpikir bahwa daripada kekayaan orang orang Indonesia diluar negeri tidak bisa diakses, mendingan dibuat program pemerintah sehingga dengan begitu seluruh rakyat kita ikut 'mencicipi' uang yang sebetulnya tidak jelas asal usulnya.
Sebagian besar uang orang Indonesia diluar negeri berada di Singapura atau paling tidak diolah lewat Singapura, walaupun sebagian balik lagi ke Indonesia dengan kedok fund management dari Singapura. Â Nah, yang kita butuhkan tentunya Singapore Papers yang lebih akurat dari Panama Papers. Â Kemudian pertanyaannya, darimanakah kita bisa mendapatkan Singapore Papers, termasuk daftar kekayaannya? Sebetulnya tidak terlalu sulit selama pemerintah menerapkan disiplin pencatatan, pendataan dan analisa. Â Setiap bank diharuskan mencatat dan menyimpan semua transaksi selama puluhan tahun. Data ini bisa diminta atau diakses melalui Bank Indonesia.
Tidaklah sulit melakukan query untuk semua lalu lintas keuangan dengan Singapura selama dua puluh tahun terakhir ini dan menganalisanya. Â Kita bukan cuma akan mendapatkan daftar perusahaan orang Indonesia di Singapura, tetapi juga estimasi kekayaan mereka. Kita tidak perlu menunggu buka-bukaan ditahun 2018. Paling tidak untuk mengantisipasi tahun 2018, pemerintah Indonesia sudah harus mengirim surat ke seluruh negara yang terikat dengan perjanjian tersebut, jadi sebelum pemerintahan ini berakhir, data-data yang relevan sudah bisa diakses. Ada dugaan bahwa kekayaan orang Indonesia di Singapura sebesar 4000 triliun rupiah. Angka yang fantastis tapi sangat masuk akal.
Tidak bisa dipungkiri bahwa selama ini banyak uang dari Indonesia yang mengalir ke Singapura, apakah disimpan disitu atau mengalir ke negara lain. Yang jelas banyak pertanyaan apakah uang yang mengalir ke Singapura adalah uang yang bersih seperti net income. Â Kalau memang bersih, tentunya tidaklah perlu program tax amnesty.
Apakah juga semudah itu untuk mengalirkan kembali uang-uang orang Indonesia di Singapura kembali ke Indonesia?  Tentunya tidak. Reward and Punishment bisa diterapkan. Walaupun tax amnesty kelihatannya adalah salah satu program yang memiliki daya tarik, lebih penting lagi memberikan investasi yang terproteksi. Bagaimanapun seseorang yang memiliki uang ingin melipat gandakan uangnya. Ingat ada pepatah  "Nothing is certain but death and taxes". Seharusnya pemerintah mengerti pepatah ini juga.  Jika program tax amnesty ini gagal, maka ini bisa menjadi program money laundering yang terbesar dalam sejarah dunia.
Dimanakan posisi Singapura dalam hal ini? Sangatlah menarik untuk dilihat apa yang diantisipasi dan akan dilakukan Singapura mengahapi program tax amnesty kita dan tahun keterbukaan data perbankan di 2018. Sebagai negara yang kecil di Asia (Little Red Dot), Singapura punya hak untuk bisa bertahan, dan sudah mereka lakukan dengan baik walaupun diatas kebebalan dan kekurangan Indonesia. Â Sudah puluhan tahun Singapura mencoba menjadi pusat Asia dari segi financial dan services. Sayangnya Singapura tidak akan pernah menjadi Swiss di Asia. Kondisinya berbeda. Tetapi tentunya pemerintah Singapura sudah mencoba melakukan analisa dan mengambil tindakan untuk memproteksi negara mereka. Termasuk exodus uang orang asing di Singapura.
Selama ini memang banyak uang orang Indoensia yang disimpan di Singapura karena selain dekat, sangat praktis. Dalam dekade terakhir, lebih banyak uang yang mengalir dari individu-individu China. Dengan uang yang masuk sedemikian banyaknya, Singapura menjadi fund manager yang cukup besar. Tetapi dengan situasi resesi didunia, Singapura juga banyak kehilangan lahan investasi sehingga tidak dapat memberikan return yang besar. Proyek dalam negeri Singapura tidak ada yang cukup besar untuk menunjang invesasi dengan hasil yang baik. Akibatnya bunga deposito di Singapura sangatlah rendah, hampir nol. Dengan demikian, sebetulnya, Singapura bukan lagi tempat investasi yang menarik. Â Orang orang Indonesia yang memiliki uang dalam jumlah besar disana mulai bingung untuk menginvestasikan simpanan mereka. Kebetulan industri property juga dalam mood yang dikontrol oleh pemerintah dengan pajak yang tinggi sehingga juga bukan alternatif investasi yang baik.