Mohon tunggu...
Fitriana Kusuma Ningrum
Fitriana Kusuma Ningrum Mohon Tunggu... Junior Administration Staff -

It's not about me at all. But, this is about how I do my life :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tunanetra pun Bekerja..

27 Oktober 2015   11:56 Diperbarui: 27 Oktober 2015   12:14 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pak Yono, begitulah orang-orang sering memanggilnya. Umurnya 39 tahun, tersirat juga dari kerutan yang mewarnai raut mukanya. Sekilas dia memang seperti layaknya penjual kerupuk lain. Tapi lihatlah ada sesuatu yang lain yang membuat dia istimewa dibanding dengan penjual kerupuk pada umumnya. Dia seorang penyandang tunanetra.

Ya. Di tengah problematika hidup yang semakin rumit, dimana untuk mencari pekerjaan saat ini sangat susah, dimana semua orang rela menghalalkan segala cara untuk mendapat uang, baik itu mencuri, membegal,korupsi, sampai menuju kepada pembunuhan. Dia lebih memilih untuk menjadi seorang survivor yang bijak. Dibuktikannya dengan menjual kerupuk dagangannya tersebut.

Ketegaran hatinya mulai di uji saat dia masih berumur sekitar 3 (tiga) tahun. Dia mengalami buta permanen yang menyebabkannya tidak dapat melihat apapun yang ada di sekitarnya. Dia juga merupakan salah satu dari sekian perantau yang berasal dari kota Magelang, Jawa Tengah. Walaupun dia tunanetra, dia tetap percaya bahwa kehidupan ini bukan sekedar permainan yang bisa dilewatkan begitu saja dengan hanya menerima kenyataan yang membuat hidupnya terus ada dalam keterpurukan. Dia tahu selalu ada rencana Tuhan dibalik kekurangannya itu.

Mengerti akan apa arti anugerah, diapun memberanikan diri untuk mengambil resiko yang besar, yaitu menikah. Istrinya adalah sama-sama seorang tunanetra. Dikaruniai 4 (empat) orang anak yang normal, dia sadar hidup bukan menjadi lebih mudah. Dia tahu dia harus bergerak, dia harus menghidupi keluarganya. Disitulah dia beranjak dari kota kelahirannya, Magelang menuju Jakarta bersama dengan istrinya. Menjadi seorang perantau bukanlah persoalan yang mudah. Mereka harus menyesuaikan keadaan Jakarta yang memang sangat keras. Sempat beberapa bulan mereka tidak bekerja dan hanya mengandalkan sisa uang yang tersisa yang dibawanya dari kampung. Bukan tidak mau bekerja, hanya mereka belum mendapatkan pekerjaan apa yang sesuai dengan mereka.

 

Tak henti doa selalu mereka panjatkan, akhirnya tawaran menjadi seorang pijat tunanetrapun mereka lakoni. Saat hidup mulai mereka nikmati, istri Pak Yono justru jatuh sakit. Sakit liver yang membuatnya untuk memutuskan memulangkan istrinya ke kampung dan tetap melanjutkan profesinya di sini menjadi seorang tukang pijat. Tak lama istrinya kembali ke kampung halaman. Kembali dirinya di uji dengan semakin berkurangnya pelanggan yang selama ini rutin mengunjungi tempat pijat tunanetra. Sampai pada akhirnya tempet praktik pijatnya itu ditutup oleh pemiliknya. Diapun kembali menganggur.

 

Masih dengan prinsip yang sama, baginya kekurangan yang dimilikinya tidak menjadikannya patah semangat. Kekurangan adalah kekuatan yang selalu membangkitkan dirinya. Berhenti jadi seorang tunanetra dia ditawari pekerjaan oleh seorang distributor Kerupuk Bangka untuk menjual kerupuk miliknya. Meskipun disini Pak Yono menjadi tangan kedua, dimana keuntungan yang bisa diambil dari kerupuk itu sendiri sangat sedikit, yaitu sekitar Rp. 2.000.,/satu bungkus kerupuk, dia selalu bersyukur dan merasa sangat bahagia karena apa yang diyakininya selama ini bukanlah isapan jempol semata. Keyakinannya pada Tuhan yang tidak pernah tinggal diam atas hidupnya, selalu membawa berkah yang begitu berarti. Diapun merasa harus lebih giat lagi dalam bekerja dimana uang tersebut digunakannya untuk membiayai sekolah anak dan pengobatan istrinya.

Profesi sebagai penjual kerupuk ini mulai digelutinya kurang lebih 2 (tahun) yang lalu. Awalnya dia sedikit ragu akan keputusannya menjadi seorang penjual kerupuk keliling ini. Baginya ini lebih sulit dilakukan daripada menjadi tukang pijat. Tapi itupun tak meluluhkan semangatnya yang terlanjur membara di hatinya. Setiap sehabis sholat Subuh dia berangkat mengais rezeki lewat pekerjaan barunya itu. Banyak suka duka yang dilaluinya, apalagi saat masa awal dia menjajakan dagangannya itu. Seringkali dia terantuk jalan yang tidak rata, atau bahkan jatuh di lubang-lubang jalan yang senantiasa menanti korban seperti halnya Pak Yono ini.

 

Seperti tidak ada lagi istilah sedih dalam kamus kehidupannya, semua pengalamannya itu malah membuatnya semakin kuat dan tangguh. Dibarengi dengan doa dan kepasrahannya kepada Tuhan, dia tahu Tuhan akan selalu menempatkannya di tengah-tengah orang yang baik dan peduli padanya. Dia tak pernah mempermasalahkan orang-orang yang akan berniat jahat kepadanya ataupun yang menipunya saat dia bekerja. Bayangkan saja, bukanlah hal yang tidak mungkin untuk ditemui oleh dirinya, apabila ada seseorang berniat jahat menipunya saat membeli kerupuk dan memberikan uang yang tidak sesuai dengan harga kerupuk tersebut. Dimana posisi Pak Yono yang tidak bisa melihat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun