Mohon tunggu...
fahmi karim
fahmi karim Mohon Tunggu... Teknisi - Suka jalan-jalan

Another world is possible

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Gadis Kretek: Perayaan Patah dan Maaf kepada Sejarah

5 November 2023   22:43 Diperbarui: 6 November 2023   00:29 1418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Meski tidak garang dalam perannya di film, tapi Dasiyah menggambarkan betul bagaimana sosok perempuan tertekan dalam kehidupan. Bagaimana perempuan berjuang dalam menahan derita (misery).

Cerita soal peristiwa 65', G30S, juga ditampilkan sebagai efek sejarah yang brutal. Efek ini tidak lain adalah penangkapan orang-orang yang dituduh PKI tanpa proses klarifikasi apalagi pengadilan. Yang ada langsung diadili mengikuti kebuasan pikiran dan taqlid buta; pembunuhan dinormalisasi serupa membunuh hewan pemangsa di hutan, padahal sesama manusia. Inilah yang membuat Idroes, Ayah Dasiyah (Ruman Rosadi), diculik militer di rumahnya dan dibunuh. 

Ayah Dasiyah bukanlah anggota PKI tapi namanya tertuang di daftar pencarian PKI. Namanya hanya dimasukkan oleh Soedjagat (Verdi Solaiman) karena urusan persaingan bisnis kretek serta sakit hati karena pujaannya, Ibu Dasiyah (Ine Febriyanti), menikah dengan Ayah Dasiyah. Lengkap sudah dendam. Hanya karena dendam itulah juga Dasiyah dijadikan tawanan politik selama dua tahun. Dendam mesti dibayar tuntas.

Film ini juga merupakan perjuangan memohon maaf kepada sejarah yang telah dikhianati secara sadar. Cerita film dimulai dengan penyesalan Raya (Ario Bayu) terhadap Dasiyah, dipanggilnya Jeng Yah, kekasih yang sangat dicintainya, semacam cinta pertama. 

Di masa tuanya, Raya dihantui rasa bersalah dan penyesalan karena tidak berjuang untuk Jeng Yah. Hantu ini menuntun pencariannya akan sisa-sisa informasi keberadaan Dasiyah di masa tua, untuk memohon maaf dan mengakui dosanya selama Dasiyah hilang. 

Padahal sejarah sudah berlalu, untuk apa lagi memohon maaf? Untuk jujur kepada sejarah yang ditipu. Di Negara Konoha pemimpin yang minta maaf kepada sejarah sungguh mustahil. Apalagi bicara jujur memperbaiki benang merah yang bengkok.

Penggalan-penggalan cerita 65' beragam jenisnya. Yang direkam dan ada di ingatan warga hanyalah peristiwa besar, misalnya pembantaian jendral yang masih misteri sampai detik ini, dan banyak yang membuktikan keliru. Sementara efek-efek pinggir domino tidak tampil. Atau maksud buas elit dari penumpasan.

Misalnya saja perebutan lahan kosong setelah dibunuhnya keluarga PKI atau kekuasaan kosong yang akan diisi. Intrik ini ditutupi dari sejarah. Tapi pelan-pelan bangkit, meski ditahan pakai perangkat negara, tetap meluap juga. 

Inilah sejarah yang brengsek sampai-sampai dua insan yang sedang gandrung menjadi satu pada masanya dipisahkan oleh hasrat berkuasa akan sejarah. 

Setelah itu, anak-anak yang lahir pasca penumpasan pun masih merasakan peminggiran, ikut menerima dosa fitnah. Bukan main kasarnya negeri kita pada sesama manusia. Tidak juga minta maaf. Tidak juga rasa bersalah. 

Patriarki, ekonomi, politisi, dan patah hati jadi rujak Gadis Kretek. Ini bagus untuk memotret masa kelam 65' karena kita tidak kunjung bergeser dari definisi pemerintah akan masa lalu. Saya harap akan ada Dasiyah lagi. Tidak hanya menunggu nasib, tapi marah pada nasib.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun