Dalam arti yang luas, korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua aspek yang berhubungan dengan uang berpotensi akan adanya tindak korupsi. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya istilah yang mengacu kepada sebuah bentuk pemerintahan yang mengambil pajak yang berasal dari rakyat untuk memperkaya kelompok tertentu atau diri sendiri.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi Tingkat II Jakarta memvonis Brigadir Jenderal Teddy Hernayadi dengan hukuman penjara seumur hidup karena terbukti melakukan korupsi senilai USD 12 juta. Putusan itu lebih berat dari tuntutan oditur militer yakni 12 tahun bui.
Terdakwa Teddy dinyatakan terbukti menyalahgunakan wewenang saat masih berpangkat kolonel dan menjabat Kabid Pelaksana Pembiayaan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) periode 2010-2014.
"Menjatuhkan pidana penjara seumur hidup," kata Ketua Majelis Hakim Brigjen Deddy Suryanto didampingi hakim anggota Brigjen Hulwani dan Brigjen Weni Okianto dalam amar putusannya, Rabu (30/11/2016).
Dalam sidang di Pengadilan Militer II Jakarta, Jalan Penggilingan, Jakarta Timur, Brigjen Teddy hadir dengan berserangkap lengkap baret hijau. Di damping kuasa hukumnya, Letkol Martin Ginting, terdakwa berdiri hingga tiga jam mendengar putusan.
Majelis memutuskan bahwa Teddy telah melakukan serangkaian tindak pidana korupsi anggaran negara yang diperuntukkan membeli alutsista. Tapi, anggaran tersebut disalahgunakan untuk pribadinya mencapai USD 12 juta.
Vonis majelis hakim jauh dari permohonan penuntut militer. Oditur Militer Brigjen Rachmad Suhartoyo sebelumnya menuntut hakim menghukum Teddy 12 tahun penjara dan membayar uang pengganti yang sudah dikorupsi.
Sebenarnya jika kita membicarakan mengenai korupsi atau tindakan suap menyuap demi kepentingan pribadi atau segelintir kelompok, hal itu sudah terjadi sejak dahulu kala, mulai dari jajaran pemerintahan terendah sampai teratas namun hal itu sudah menjadi rahasia umum di masyarakat. Korupsi sendiri memiliki beberapa tingkatan, mulai dari kelas teri; kelas menengah; sampai kelas kakap.
Di kehidupan kita sehari-hari kita terkadang melakukan tindakan korupsi namun kita tidak menyadarinya seperti saat kita mendapat amanat dari orang tua kita untuk membeli suatu barang di warung dan ternyata uang yang kita belanjakan masih menyisah tetapi uang tersebut kita belikan jajanan atau kita simpan uang sisa tadi. Sebenarnya hal tersebut bisa kita sebut juga sebagai tindakan korupsi namun jika kita disebut sebagai koruptor pasti kita tidak akan setuju.
Tindakan koruptor dijajaran pemerintahan terutama seperti yang dilakukan Teddy dalam melakukan tindak korupsi dalam pengadaan alutsista negara di bidang pertahanan dan keamanan menyimpang dari sila pancasila yang ke-2 yang berbunyi kemanusiaan yang adil dan beradab, berarti dirinya berusaha menguntungkan dirinya sendiri tidak mementingkan kepentingan negara serta masyarakat.