Mohon tunggu...
Fizahri Azainafis Haryadi
Fizahri Azainafis Haryadi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Kesejahteraan Sosial

Seorang mahasiswa Kesejahteraan Sosial Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Money

COVID-19: Pengaruhnya terhadap Sosial-Ekonomi di Indonesia

11 Mei 2020   14:24 Diperbarui: 11 Mei 2020   14:41 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah hampir 2 bulan setelah kasus positif COVID-19 pertama terdeteksi di Indonesia. Hingga sekarang, kasus positif COVID-19 telah mencapai 14,032 per 11 Mei 2020. Hal ini menyebabkan sejumlah wilayah yang paling rawan penyebaran COVID-19 di Indonesia melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB.

PSBB adalah peraturan yang diterbitkan oleh Kementrian Kesehatan (Kemenkes) untuk mempercepat penanganan COVID-19. Aturan ini tercatat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2020. Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi, pembatasan yang dilakukan adalah seperti peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial budaya, pembatasan moda transportasi, dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.

Wabah COVID-19 menyebabkan banyak sektor perekonomian yang harus terpaksa menutup usahanya, terutama wilayah yang mengaplikasikan PSBB. Penutupan usaha ini menyebabkan beberapa perusahaan mem-PHK pekerjanya. Selain itu, para pekerja informal seperti pengemudi ojek daring, saat ini sedang kesulitan untuk mendapatkan penghasilan dikarenakan turunnya minat pelanggan.

Walaupun penyebaran COVID-19 belum selesai, sebagian masyarakat Indonesia masih saja banyak yang berkeliaran di luar rumah. Hal tersebut masih ada karena banyak masyarakat butuh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Beberapa masyarakat tersebut terpaksa keluar rumah karena sudah tidak memiliki uang untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka lebih memikirkan kebutuhan hariannya dibandingkan terpapar COVID-19.  Memang COVID-19 ini adalah penyakit yang menakutkan, tetapi bagi masyarakat yang kesulitan untuk bertahan hidup, terpapar COVID-19 lebih baik daripada mati kelaparan, itu yang penulis tangkap.

Hal tersebut membuat pemerintah melakukan sesuatu. Pemerintah telah menurunkan dana stimulus sebesar Rp 405,1 triliun. Dari segi persentase, sebagian besar stimulus itu dialokasikan untuk pemulihan ekonomi nasional dengan angka 37% atau sekitar Rp 150 triliun. Lalu ada alokasi untuk jaringan pengaman sosial (JPS) dengan angka 27% atau sekitar Rp 110 trilun. Selanjutnya adalah alokasi untuk dana kesehatan sebesar Rp 75 triliun dan alokasi untuk insentif pajak sebesar Rp 70,1 triliun.

Disini penulis akan menyorot dana alokasi jaringan pengaman sosial (JPS). Dari Rp 110 triliun tersebut, dana tersebut dialokasikan untuk empat hal. Yang pertama adalah bagi program keluarga harapan (PKH), dengan menyalurkan kepada 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) yang bantuannya dinaikkan 25% dalam setahun. Yang kedua adalah untuk kartu sembako, yang telah dinaikkan dari 15,2 juta menjadi 20 juta penerima, dengan manfaat sebesar Rp 200.000 selama 9 bulan, atau naik sekitar 33%. Yang ketiga adalah untuk kartu prakerja, yang telah dinaikkan dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun untuk 5,6 juta pekerja informal, pelaku UMKM. Yang keempat adalah untuk biaya listrik, dengan dilakukan pembebasan selama 3 bulan untuk 24 juta pelanggan listrik 450VA, dan diskon 50% untuk 7 juta pelanggan 900VA bersubsidi.

Beberapa hal tersebut diharapkan dapat membantu para pekerja informal dan para pelaku UMKM yang terkena dampak wabah COVID-19. Memang mungkin jika bantuan tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan harian tiap masyarakat, tetapi dengan adanya bantuan tersebut masyarakat masih bisa bertahan hidup walaupun hanya sementara.

Karena penyebaran COVID-19 belum selesai, pemerintah hanya bisa mengharapkan masyarakatnya untuk berdiam diri di rumah, dan juga sebaliknya, masyarakat hanya bisa mengharapkan bantuan lebih dari pemerintah. Memang sulit untuk bertahan hidup di waktu seperti ini, tetapi kita harus tetap semangat menghadapi COVID-19 dengan mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun