Mohon tunggu...
Fiya Citra
Fiya Citra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka membaca Wattpad

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indonesia adalah Negara Agraris

16 November 2022   11:39 Diperbarui: 16 November 2022   11:45 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduknya bekerja pada bidang pertanian. Indonesia termasuk negara dengan iklim tropis yang membuat tanah menjadi subur, karena mendapatkan banyak sinar matahari dan curah hujan yang tinggi. Tanah yang subur tersebut membuat  banyak hasil pertanian dan perkebunan Indonesia yang tumbuh.
Sebagai negara agraris, Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang melimpah ditambah posisi Indonesia yang dinilai amat strategis. Kondisi geografis Indonesia juga sangat unik di antara negara -negara yang ada di kawasan Asia Tenggara dan dapat menguntungkan karena berada di tengah-tengah jalur perdagangan dunia. Indonesia merupakan negara agraris dengan lahan yang sangat luas dan keanekaragaman hayati yang sangat beragam. Hal ini sangat memungkinkan menjadi negara Indonesia sebagai negara agraris terbesar di dunia.
Sebagai negara agraris, pertanian Indonesia menghasilkan berbagai macam tumbuhan komoditas ekspor, antara lain seperti padi, jagung, kedelai, sayur-sayuran, aneka cabai, ubi ubian, kopi, teh, karet, tebu, cengkeh, dan maupun rempah-rempah lainnya. Ada 4 produk pertanian yang menjadi anadalan komoditas ekspor Indonesia yaitu karet, sawit, kakao, kopi. Sejak di ekspor tahun 2017, dominasi produk asli Indonesia ini meningkat signifikan, jauh lebih besar dari lalu lintas ekspor tahun sebelumnya.
Harus diakui, pertanian kita masih didominasi petani 'gurem' yang bekerja secara tradisional. Petani gurem adalah petani yang memiliki atau menyewa lahan pertanian kurang dari 0,5 ha. Tetapi petani gurem dapat diandalkan secara penuh dalam memenuhi kebutuhan karena resiko yang mereka hadapi. Resiko terbesar adalah kegagalan panen karena iklim yang buruk, hasil dari kegagalan ini, petani rugi karena penanaman modal awal tidak dapat dibayar dan keluarga mereka dapat menderita. Kondisi petani gurem dipengaruhi oleh rentenir modal dan tengkulak. Hal ini membuat petani gurem seperti terikat dan tidak mampu mengembangkan hasil pertaniannya karena terbatasnya modal. Alhasil secara makro hal ini dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan produksi pertanian.
Tanpa usaha serius dari pemerintah, dapat dipastikan, kurang dari 20 tahun ke depan tak akan ada lagi lahan sawah di negeri ini. Karena luas lahan sawah saat ini tinggal 7,5 hektar (ditambah 9,7 hektar lahan kering). Sebagian besar lahan sawah yang terkonversi itu pada mulanya beririgasi teknis atau semiteknis dengan produktivitas yang tinggi. Konversi lahan sawah juga mengakibatkan penurunan kualitas irigasi pada lahan sawah sekitarnya. Sehingga dapat mengancam ketahanan pangan nasional yang merupakan komponen kestabilan Nasional. Oleh sebab itu diperlukan kebijaksanaan khusus untuk menangani masalah ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun