Sepakbola modern juga bukan sekedar nendang bola dan nggocek doang. Memangnya bola bagus tidak dibuat dengan standar perhitungan matematika yang standar ?
Perhatikan betapa atletisnya badan CR7 dibandingkan 10 tahun yang lalu misalnya. Secara umur saat ini seharusnya dia sudah pensiun. Tapi dia tetap penentu tiap permainan Juve dan kemarin kapten timnas Portugal. Ini jelas matematika. Jika punya modal sebesar A harus ditambah Effort sebesar apa agar sesuai dengan targetnya.Â
Agar bisa melewati bek, harus lari sekencang apa itu target, caranya matematika juga. Berapa kilometer harus lari tiap hari. Berapa massa otot harus dibentuk. Dan seterusnya dengan perhitungan-perhitungan rumit lainnya.
Jadi tidak sekedar main bola.
Latihan terukur dan mengejar target itu jelas matematika. Selebihnya benar adalah passion. Manusia memang akan optimal jika mengikuti passionnya. Ini seperti Solkjaer yang kemudian jadi pelatih, namun Beckham jadi artis dan berbisnis.
Tanpa matematika, lihatlah Ronaldo yang lain yang bintang Brasil itu, gocekannya melegenda. Tapi dia tak disiplin dalam gaya hidup dan pola makan. Perutnya membuncit beratnya melonjak hingga 98 kg ! Cedera jelas gampang melanda. Selepas umur 27 tahun, kemampuannya makin menurun.Â
Berpindah2 klub bukan jadi penentu kemenangan tapi jadi beban karena sering cedera. Tragis kan semua karena hanya pintar bermain tapi tidak belajar matematikanya.
Saya yakin Ronaldo asal Portugal yang sekarang balik ke MU yang membesarkannya itu, malah sangat berterima kasih sama guru matematikanya itu. Karena dengan belajar matematika dia tau caranya menjadi bintang yang terus terang, terang terus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H