Hari ini, 22 tahun yang lalu, aku dilahirkan. Berbeda dari tahun sebelumnya, aku tak merasakan euphoria hari ini. Hari yang menurut Sebagian besar orang adalah hari yang patut dirayakan dan dipersiapkan, bahkan dari jauh-jauh hari. Berbagai masalah datang bertubi pada semester ini. Aku tak tau mengapa. Tapi seluruh bagian hidupku seperti rapuh dan hancur seiring berjalannya waktu.
Diawali dengan kepindahanku ke DEMA. Suasana baru, teman baru, lingkungan baru, aku tak suka. Aku si introvert membenci hal seperti itu. Walau perlahan kucoba untuk beradaptasi disini. Kemudian masalah berlanjut pada skripsi yang tak menemui titik terang.Â
Hingga akhirnya jadwal Seminar Proposal Skripsi (SPS) tiba. Dengan hati yang membuncah bahagia aku siapkan hari itu sebaik mungkin. Buket manis dengan boneka beruang wisuda sudah siap untuk menyambutku selesai seminar.
Na'asnya, sekretaris prodi mengabarkanku bahwa aku tak bisa mengikuti SPS hari itu. Katanya, aku telat mengumpulkan proposal, juga booklet yang kuserahkan, katanya tidak sesuai prosedur. Ya, aku melanggar. Beliau mengabarkan penundaan SPS itu, bukan ketika aku masih di GP3. Bukan juga sebelum aku sampai GP2 atau sejam sebelum SPS-ku, tapi setelah aku duduk di kursi presenter, setelah aku siap untuk mengulas skripsiku, slide demi slide.
Kesedihanku berlanjut, saat hari SPS yang dinanti tiba. Bukan arahan yang aku terima, tapi semata hujatan tanpa alasan. Entah aku memang gelas penuh yang sulit diisi. Atau memang aku berada pada haluan yang benar. Hanya saja, aku tak suka cara penguji itu untuk menghujat tulisan yang sudah kususun sendiri kalimat per kalimatnya.
Drama SPS telah selesai. Dengan ceria aku sambut jadwal UPS yang datang lewat HP DEMA. Tak akan kuulangi kesalahanku pada masa SPS. Kuserahakan 4 jilid proposal skripsi 4 hari sebelumnya. Secepat itu hingga aku belum selesai merevisi sepenuhnya.
Hari yang ditunggu tiba. Aku berusaha untuk tak terlalu bersemangat seperti saat hari SPS, tidak lain karena aku takut kecewa, aku takut sakit, untuk yang kedua kali. Hingga diantara kantukku, seperti ada guling yang menampar wajahku, dan memaksaku untuk bangun.Â
Apalagi kalau bukan kabar penundaan UPS. Jujur, telingaku sudah lelah dan tak punya gairah untuk bertanya kenapa? Tapi hati kecilku ingin sekali mengetahui apa alasannya. Hal itu ternyata datang dari sang penguji yang berhalangan hadir.
Hasilnya, aku menyelenggarakan UPS pada hari yang lain, dan dengan penguji yang lain. Ya, penguji yang lain ini adalah masalah berikutnya. Mengapa? Sebelumnya, aku pernah berkonsultasi tentang proposalku padanya, tapi ada beberapa pemikiran yang tak bisa dipertemukan. Lain halnya dengan ust Arie.
Kemudian kami dipertemukan sebagai peserta Ujian Proposal Skripsi dan penguji Ujian Proposal Skripsi. Terabayang kan? Betapa aku adalah lawan main yang kalah dari Chris John, babak belur.
Masih pada hari yang sama. Hari itu adalah hari UPS yang gagal sekaligus hari tankih I'dad mumtahinah. Saat itu, I'dad sudah selesai kutulis pada jam 11 kurang 10 menit. Saat hendak kusiapkan diriku untuk tankih, Wafiq menemuiku dan berkata bahwa I'dad yang telah kita samakan persepsinya, mempunyai banyak kesalahan. Aku mengundur waktu tankihku. Sedangkan I'dad kelas 6 yang sudah selesai masih berada diluar kamar.