Mohon tunggu...
fitrya Annie
fitrya Annie Mohon Tunggu... -

suka orang senyum dan suka senyum. Petualang imajinasi, pencari chemistry, hidup untuk menulis apa aja yang terlintas dan terpesankan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Keyakinan yg Terdiamkan

19 Februari 2013   12:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:03 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Allahu akbar, allhu akbar…..” suara azan subuh melaju memelas, membuat mata malas to melek. Generasi mudanya kemana, suara hampir kadaluarsa, saban hari terdengar di keheningan pagi yang belum menunjukkan tanda-tanda keributan umat manusia.

“ Tante, tante….koq orang yang azannya jelek, di rumah kita suaranya bagus….Ayu jadi malas mau sholat..” sungut ponakanku pagi-pagi mengejutkan alam bawah sadarku. Kita satu opini,sayang, batinku.

“Koq, ngomong gitu…….sholat itu bukan karena azannya bagus atau jelek,sayang….tapi karena memang kita ikhlas ingin berdoa kepada Allah…” ucapku sekenanya, semoga ponakan cerdasku mengerti, ucapan tanpa pikiran panjangku ini. Ayu hanya bersungut menarik kembali selimut tebalnya.

“ Ayu…..yok, subuhan sebentar, habis itu kita jalan bentar, makan, bermain, mandi dan baru deh boleh tidur lagi….” Ajakku sambil mengusap-usap rambut ikalnya yang wangi khas balita.

“ Emang boleh tidur lagi,tante?” Tanyanya mengerjapkan mata, ada rasa tak percaya dalam pendengarannya. Ini karena di rumahnya, dia selalu dilarang tidur setelah sholat subuh. Aku mengangguk mantap, sambil tertawa membelakanginya, mendahului berwudhu.

@@@

Desiran angin memekakan telinga, sepanjang jalan pantai, sepanjang mata memandang biru dan sesekali berwarna hijau menghiasi tepian lautSerang-Pandeglang. Sungguh, menggiurkan lidah untuk berdecak kagum, melempar tawa dan wow setiap bertemu pandang dengan selaksa laut yang terukir sangat sempurna disamping pemukiman penduduk. Maha karya yang luarbiasa, meruntuhkan kebosananku mengarungi pantai di sekitar kampung halamanku, ah, yang namanya pantai tetap menarik. Di kampungku, pantainya gratis dan agak kurang terawat, namun tetap saja pesona pantai bisa membiusku untuk bertahan lebih lama mengulum angin sebanyak yang aku sadar.

“Kapan, kita singgah ne?” teriakku dibelakang motor, Ali si juru jalan hanya tersenyum nakal dengan terus berkisah tentang pantai-pantai yang kami lewati.

“Ayu pasti senang banget jika diajak kesini…” seruku kemudian, tanpa peduli meski dicuekan.

“Kang……………………………!!! Kapan singgahnya ne???!!!” seruku mulai kesal, mencubit-cubit pingang si pembonceng, yang hanya tertawa tetap bangga akan keindahan kampung halamannya. Aku kembali terdiam, dan perlahan menikmati rekreasi mata yang sekilas-sekilas saja.

Tiba-tiba, mataku menatap sesuatu yang tidak biasa. Ada iring-iringan di sepanjang jalan, membawa replica binatang ternak, ada juga berbagai makanan di sekitar replica tersebut. Diiringi pula dengan tabuhan rebana dan nyanyian sholawat. Benar, ini peringatan maulud nabi.

“Ini tradisi disini, setiap maulud nabi, penduduk selalu membawa berbagai makanan dan membuat replica binatang ternak untuk dibawa keliling kampong bahkan sampai ke kota. Iringan ini diberi penilaian lho, dengan kata lain, diperlombakan. Dewan jurinya ada di sepanjang pinggir jalan yang ditempuh untuk iringan tersebut. Makanannya tidak boleh diperebutkan seperti di Yogya, tapi diberikan pada para tokoh dan ulama masyarakat. Sedangkan penduduk yang membuatnya tidak mendapatkan bagian dari makanan tersebut.” Jelas Ali tanpa harus ku bertanya lebih banyak.

“Terus?” tanyaku sambil mendekatkan telinga ke sumber suara, lajunya motor dan desiran angin di tepian pantai membuatku harus berkonsentrasi mendengar setiap suara yang keluar dari Ali.

“Ini tradisi yang keren untuk diliat kan?hehehe….” pungkasnya mulai bosan menjelaskan. Aku hanya terdiam memikirkan esensi dari peringatan maulud ini.

“Kang, ritual doanya gimana?”tanyaku setengah berteriak.

“ Ya, doa seperti biasalah…..bedanya kan hanya dibuat arak-arakan dan acara seremonial aja, plus tausyiah. Masyarakat disini sangat menghargai tradisi yang berbau islami….” Paparnya sayup-sayup terdengar, pikiranku sudah melayang ke tradisi masyarakat Madura di Ketapang dan Pontianak, ketika memperingati maulud Nabi, maka banjir makanan dari rumah ke rumah akan kamu temui, ramah-tamah layaknya hari raya akan semarak tanpa arakan memenuhi hari-hari maulud di pemukiman komunitas ini, dan aku sebagai anak kos sejati, sangat menikmati situasi ini. Kangen juga, tidak kurasakan lagi ketika aku memutuskan untuk pindah ke kota metropolitan ini.

Tanpa terasa hari mulai sore, cuaca nampak sama saja hanya panasnya saja yang berkurang. Hanya kebetulan mataku yang melirik ke arah jam tanganlah yang memberitahukanku bahwa hari teduh. Kami mulai mengarah jauh ke dalam sebuah plang nama “ Tanjung Lesung”. Aku yang mulai tak sabar tergerak untuk mengeluh kembali.

“Ini ni benar ade pantainya nda seh? Jaoh gak eh, makin masok ke utan jak kite nin….” Sungutku, yang membonceng hanya tertawa.

Ada-lah, cuma akang lupa dimana posisi pastinya…hehe..” jawab Ali santai banget

“What????!!!!! Niat ngajak nda ne….ckckck….nanya jak gih…”rekomendasiku serasa mau lompat dari motor gedenya itu

“iya, iya…..” jawab sekenanya, dasar aneh, jelas-jelas ada beberapa orang dewasa didekat perjalanan kami, si Ali malah putar balik mendekati sekumpulan gadis belia sebagai pilihan tempat untuk bertanya. Aku hanya bisa tepuk jidat dan tertawa melihat dan mengamati kelakuannya.

“Dek, arah pantai dimana ya?” tanyanya dengan senyum paling manis yang bisa ditunjukkannya hari ini.

“Owh, bukan jalan sini,Kak. Tapi keluar dulu, terus ada bundaran belok kanan, terus aja,Kak…..” jawab mereka berebutan, mungkin terpukau dengan senyum pemanis dari Ali.

“Oh,ya…makasih, ya Dek….” Jawabnya lembut banget, aku dibelakang hanya senyum dikulum, memuji kualitas pedekatenya, anak kecil,bray

“Iya,Kakak….” Jawab mereka serempak, sakit perut, aku menahan tawa di belakang. Tiba-tiba seseorang diantara mereka berteriak.

“Hati-hati ya,Kak…………!” teriaknya disambung cekikikan teman-temannya, Ali hanya menoleh tersenyum bahagia. Aku sudah tidak tahan lagi menertawakan kelakuan bujang tua ini.

@@@

Di tepian pantai Tanjung Lesung.

“Kabar Ayu, gimana, neng?” Tanya Ali seraya memandang lautan biru yang sepertinya tidak bertepi. Beda dengan aku yang sibuk bermain ombak dan kerikil di pasiran pantai. Ali hanya duduk di atas tebing yang membatasi antara daratan dan tepian pantai.

“Bae’,Kang. Cume kadang die maseh berteriak-teriak tengah malam. Jadi dirumah tu dipasang semacam jimat, di dekat kamarnye. Setiap malam Jum’at, akhir-akhir ini juga rutin diadakan pengajian ibu-ibu setempat.” Jawabku menghentikan tendangan kakiku ke gulungan ombak, membiarkan kaki ini dipenuhi ratusan butir pasir pantai.

Kontradiktif ya, masih pakai perdukunan tapi ada pengajian juga…” komentarnya turut memperhatikan kakiku yang tertimbun pasir pantai.

“Neng, kesini juga disuruh mencari air penawar dari orang pintar Serang. Alamatnya ada di dalam tas…” tuturku agak gemetar, bimbang karena telah berniat mencampuradukan kepercayaan agama dan ritual syirik.

Ali hanya diam, aku menyambut dengan diam pula. Anginpun diam, ombak mulai tenang. Kami semua menunggu jawaban atas persoalan yag biasa terjadi di masyarakat kami. Namun, alam seakan ikut meresapi makna kebingungan kami. Hal-hal diluar keyakinan, bagi hamba-Nya yang masih terombang-ambing keimanan. Butuh keyakinan dan keikhlasan luarbiasa ketika sebuah tradisi yang dicampur adukan dengan agama menjadi sesuatu yang murni karena Allah ta’ala.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun