Menyinggung berkeadilan dan keadilan di Negri ini hanya sedikit saja yang mau mebuka tangan lebar dan mengulurkannya lalu berkata " ayo kita ciptakan!". Karena yang sewajarnya di negri ini adalah mereka yang bergerak menuntut bukan mereka yang mencipta.Â
Demikian yang tertera dalam norma sosial hari-hari ini, terbukti pada dewasa ini kasus pembunuhan orang tua terhadap anaknya, anak terhadap orang tuanya, suami pada istrinya dan istri pada suaminya, begitupun yang bersetatus pacar terhadap yang lainnya kerap sekali muncul pada timeline pemberitaan media-media digital hari-hari ini.Â
Pertanyaanya mengapa kasus seperti ini yang justru kerap terjadi? Mungkin beberapa pengkritik memulai berasumsi dengan beberapa dugaan yang menjadi pemicu terungkapnya beberapa hal yang mendasari beberapa orang yang menjadi tersangka dalam kasus tersebut, dan antaranya yaitu disebabkan karena satu sama lain menuntut hak mereka tanpa memperdulikan kewajiban yang diberikan.
Terjadi tindakan-tindakan kriminal yang demikian sangat tidak bisa diterima masyarakat. Namun desakan demi desakan sering kali memicu beberapa orang untuk dapat melakukan hal tersebut. Dan salah satu hal yang terpentig adalah kepincangan soal keadilan yang berlaku pada politik negri ini.Â
Lalu apa sih keadilan tersebut? Apakah bisa seseorang dengan seenaknya menuntut? Dan apa syarat dan ketentuan mendapatkan keadilan? Sehingga mengapa susah sekali rasanya rakyat ini merasakan keadilan. Mungkin pertanyaan-pertanyaan demikian yang sering berputar-putar mengisi otak.
Dilansir dari beberapa artikel ilmiah, keadilan merupakan suatu yang abstrak sehingga beberapa pakar mengartikanya dengan sudut pandang yang berbeda dan mengklasifikasikannya dengan beberapa kriteria yang berbeda pula. Filsuf terkenal dunia Arsitoteles mendefinisikan keadilan sebagai sesuatu hak yang diterima setiap orang tanpa mementingkan beberapa jasa-jasa yang telah diberi. Â
Penghantar dari ucapan Arsitoteles ini bagi saya adalah sebuah kesimpulan bahwa keadilan memang hak segala bangsa, adalah sebuah hak yang lahir beriringan dengan datangnya kita menjadi penduduk bumi ini. Dan ialah yang berkebebasan hidup tentram di bumi pertiwi. Namun ucapan Mahfudz MD Â mendefinisikan adil secara lebih gamblang bahwa adil merupakan perbuatan meletakkan sesuatu pada tempatnya, baik secara psikologi maupun emosional.
Penggambaran "adil" bagi kebanyakan penduduk Indonesia sering kali tidak bisa terbayangkan. Kata adil hanyalah sebuah orasi pilkada, kata yang terselip pada pidato-pidato diplomatis, sebuah baligho yang memenangkan beberapa partai politik. Bukan tidak mungkin masyarakat Indonesia tidak mengerti tentang subtansinya.Â
Bahkan untuk sekedar membayangkannya saja sudah dibuat muak dengan segala tidakadilan pihak elit memperlakukan keadilan dengan begitu rimbanya. Rasanya memang tidak adil ketika membicarakan keadilan yang dipertuntutkan  yang bawah pada atasannya, karena yang elit dalam hal ini adalah pemerintah juga tentu punya hak keadilan.Â
Lalu bagaimana cara membuatnya singkron dan selaras dalam menciptakan keadilan? Jawabanya adalah pada prosesnya, mencoba  untuk sama-sama memahami bahwa unggah ungguh keadilan sudah tidak berlaku dalam kamus keadilan bangsa, tetapi saling memahami dan saling memberi hak dan kewajiban bagi masing-masing orang.Â
Karena saling memahami merupakan bagian paling sulit bagi ego masing-masing bangsa, maka yang perlu disentuh adalah kesadaran mereka bahwa bangsa ini bersama, mempertahankan bangsa yang luar biasa, mempertaruhkan sebuah perjuangan memahami saja masa tidak bisa, mari ciptakan keadilan! Karena dirimulah yang paling bertanggung jawab dengan apa yang kamu lakukan.Â