Mohon tunggu...
Fitriyatul Hasanah
Fitriyatul Hasanah Mohon Tunggu... -

Simple person and attractive :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Kecilku, Pangeran Kecilku?

22 Februari 2013   04:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:54 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cinta Kecilku, Pangeran Kecilku ?

Dia menghilang tanpa ada kejelasan. Meninggalkan aku sendiri, dan terpuruk disini. Hanya rintikan hujan dan angin malam yang menemaniku. Dan aku telah terjerat olehnya. Setiap hari aku selalu menunggunya di taman putih ini. Kemarin melalui telpon, dia berjanji akan datang menemuiku di tempat ini. Dan dia menyakinkanku kalau dia pasti datang. Setiap aku selesai kuliah, tepatnya pukul 19:00 WIB aku selalu datang ke tempat ini. Tempat aku dan dia bertukar cerita, bermesraan bahkan menangis itu adalah taman putih ini.

“Dit..dit” Hpku bergetar, aku mengambilnya dari dalam tasku. Dan aku langsung mengangkatnya.

Telpon dari Fadly, “Assalamualaikum, Fadly. Gimana kabar kamu ? aku ingin bertemu sama kamu. Kapan kamu bisa datang ? sudah 6 bulan kita tidak bertemu, kamu pun kasih kabar jarang sekali” Tanyaku.

“Walaikumsalam, Tyas sayang. Aku baik-baik saja. Kamu sendiri gimana ?” Jawab Fadly dengan nada lembut.

“Aku baik-baik saja” Jawabku dengan singkat.

“Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Aku bisa ko ketemu sama kamu, masa ketemu sama pacar sendiri gak bisa. Kita ketemu di taman putih ya, tempat kita biasa kesana. Aku pasti datang ko, kamu tunggu aku disana ya sayang. Love you” Kata Fadly.

Tak sempat banyak bicara, Fadly sudah menutup telponnya. Ini adalah telpon Fadly yang kedua kalinya sejak Fadly tidak bertemu denganku sejak 6 bulan yang lalu. Kali ini dia benar berjanji akan menemuiku di taman putih.

********************

“Kamu langsung pulang, Yas ?” Tanya seorang sahabatku, Rini.

“Kamu pulang duluan saja ya, kebetulan kuliah kita hari ini kan sudah selesai.” Jawabku.

“Memang kamu mau kemana dulu ? kamu mau aku temenin ?” Tanya Rini.

Rini memang selalu menemaniku, lantaran Mama yang khawatir denganku karena Fadly yang telah pergi. Mama menitipkan aku kepada Rini untuk selalu menemani dan menjagaku.

“Maaf ya cantik, aku pengen sendiri. Aku mau pergi sebentar, karena aku ada urusan.” Kataku.

“Yakin kamu mau sendiri ? kamu kan seharusnya aku temenin ?” Tanya Rini dengan rasa khawatir.

“Aku yakin ko, Rin.” Jawabku.

“Iya sudah kalau begitu, aku pulang duluan ya. Kamu hati-hati ya” Kata Rini.

Rini pun pergi meninggalkan aku di kampus, aku sengaja tak memberitahu Rini kalau aku akan menunggu Fadly di taman itu. Aku menunggu Rini sampai Rini terlihat agak jauh berjalan, dan aku segera menuju taman itu. Rasanya ingin sekali aku bertemu dengan Fadly, hati ini sudah tak sabar untuk segera bertemu dengannya.

Sesampainya di taman, aku langsung duduk ditempat biasa aku dan Fadly duduk berdua. Aku mencoba untuk menghubunginya dan memberitahu kalau aku sudah ada di taman. Namun, Hpnya pun sulit untuk dihubungi.

“Emm..mungkin dia lagi di jalan kali yah. Jadi, hpnya susah dihubungi. Aku tunggu saja deh” Pikirku.

Aku memandangi dengan dalam cincin tunanganku dengan Fadly. Cincin emas putih dengan satu mata tepat ditengahnya. Cincin yang Fadly berikan sewaktu kami tunangan tepatnya satu tahun yang lalu. Fadly telah mengikatku.

Aku duduk sendiri memandangi indahnya bintang yang bersinar malam ini. Begitu indah. Aku merasa nyaman saat duduk di bangku taman ini, seperti ada Fadly yang  memelukku dari dinginnya malam.

“Ini sudah satu setengah jam aku nunggu Fadly disini. Apa aku pulang saja yah ?” Tanyaku dalam hati.

Akhirnya aku memutuskan untuk kembali pulang ke rumah dan meninggalkan taman ini.

********************

Ternyata Mama dan Rini telah menungguku di depan pintu sambil bolak-balik berjalan kecil dan terlihat cemas.

“Assalamualaikum. Mama sama Rini kenapa begitu terlihat cemas ?” Tanyaku.

“Aduh kamu ini pakai nanya segala lagi. Jelas-jelas kita nungguin kamu pulang. Sudah malam begini kamu belum juga pulang. Akhirnya Mama menyuruh Rini untuk datang ke rumah.” Kata Mama dengan wajah cemasnya.

“Aku minta maaf sudah buat Mama sama Rini khawatir.” Kataku sambil memeluk Mama.

“Memangnya kamu kemana sih, Yas?” Tanya Rini.

“Aku ada urusan. Kan tadi aku sudah bilang sama kamu, Rin.” Kataku.

“Iya, tapi kamu gak bilang kamu ada urusan apa ? kan Mama jadi khawatir, Tyas” Kata Mama sambil menggenggam tanganku.

“Nanti Mama pasti tahu ko, aku ada urusan apa. Yang jelas akhir-akhir ini aku pasti pulang  malam, Ma” Kataku.

“Iya sudah. Tapi kamu harus jaga diri baik-baik ya. Soalnya, kamu sendirian” Kata Mama.

“Iya, Ma.” Jawabku.

“Aku pulang dulu ya, Tante. Tyasnya kan sudah pulang. Tyasnya juga pasti mau istirahat” Kata Rini sambil mencium tangan Mama Tyas.

“Iya, terima kasih ya, Rin. Kamu hati-hati di jalan ya.” Kata Mama.

“Iya tante.” Jawab Rini.

“Kamu jangan buat Mama cemas ya Tyas sayang.” Kata Mama sambil mengusap pipiku.

“Iya, Ma. Aku minta maaf sudah buat Mama cemas. Aku juga minta izin ya, untuk akhir-akhir ini aku pulang telat.” Kataku.

Rini pun kembali ke rumahnya dan Tyas langsung menuju kamar untuk beristirahat.

********************

Begitulah aku setiap harinya. Selama dua minggu aku tidak pernah absen untuk menunggu Fadly di taman putih. Menunggu satu atau dua jam, terdiam duduk sendiri. Dan akhirnya aku pun pulang. Namun, Fadly belum juga datang. Sampai tepat di hari ke 15, aku menunggu sampai larutnya malam. Hingga hujan deras menerpa tubuhku hingga menggigil kurasa, Fadly belum juga menemuiku. Aku pun pulang di temani derasnya hujan, disertai suara guntur yang menggelegar. Kaki ini sudah tak sanggup lagi untuk berjalan, dingin yang aku rasa. Aku pun terjatuh di perempatan jalan menuju rumahku. Aku melihat ada bayangan dibelakangku. Dan aku menoleh kearahnya. Ternyata itu Fadly. Fadly takkan membiarkan aku terjatuh. Dia mengulurkan tangannya dan membangunkanku.

“Fadly ? akhirnya kamu datang juga, aku sudah nunggu kamu sampai 14 hari di taman itu. Setiap pulang kuliah aku pasti menunggu kamu disana. Sampai saat ini kamu baru datang menemuiku. Aku telpon tidak ada jawaban sama sekali. Kemana kamu sayang ?” Kataku sambil menangis dan memeluknya.

“Iya, ini aku sayang. Aku minta maaf baru hari ini aku bertemu dengan kamu. Aku sudah mebuat kamu lama menunggu. Maaf ya sayang” Kata Fadly sambil menyeka air mata ku.

Aku pun dituntun Fadly ke tempat lain untuk berteduh.

“Aku sudah lama ingin bertemu dengan kamu, Fadly. Apa kamu tidak kangen sama aku ?” Kataku.

“Aku tentu saja kangen sama kamu. Kangen sekali. Mungkin aku tidak bisa lama bertemu denganmu.” Kata Fadly sambil mengusap rambutku yang basah terkena hujan.

“Memang kamu  mau kemana ? kamu mau pergi lagi ? tadi katanya kamu kangen sam aku, kenpa kamu harus pergi lagi ?” Rentetan pertanyaan ku lontarkan kepadanya.

“Iya sayang, aku gak bisa lama-lama disini. Aku antar kamu pulang ya, sayang” Kata Fadly sambil merangkul pundakku.

Aku pun diantar pulang oleh Fadly. Sesampai di depan rumahku, Fadly pun berpamitan denganku.

“Putri kecilku, aku harus pamit ya sayang. Aku harus segera pergi lagi. Kamu baik-baik ya. Ingat, kita sudah tunangan dan kamu harus selalu sayang sama aku” Kata Fadly sambil mengusap pipi ku dan memandangku dengan dalam.

“Tapi kamu gak boleh pergi, Pangeran kecilku. Aku mau kamu selalu ada di sampingku dan jangan pernah pergi dariku lagi” Kataku sambil menggenggam tanganya yang ada di atas pipiku.

“Aku harus pergi, sayang. Kamu itu putri kecilku. Putri yang paling aku sayang sejak kita masih kecil dulu” Kata Fadly.

“Tapi kamu pasti balik lagi kan, Pangeran kecil ? aku setia tunggu kamu di sini. Jangan biarkan aku menunggu kamu untuk kedua kalinya lagi.” Kataku dengan penuh deraian air mata.

Fadly pun mencium keningku.

“Sudah , kamu masuk sana. Nanti kamu sakit. Aku harus pergi sayang. Love you” Kata Fadly.

“Love you too” Jawabku.

Aku terpaksa membiarkan Fadly pergi lagi walau hati ini tak mampu untuk jauh dengannya lagi. Aku pun masuk ke dalam rumah dengan kondisi basah kuyup dan dengan deraian air mata. Mama terlihat termenung yang sedang duduk di sofa sambil memegang tissue ditangannya.

“Mama, aku ketemu dengan Fadly. Aku ketemu dia,Ma” Kataku sambil tersenyum

“Tyas sayang, ketemu Fadly dimana?” Tanya Mama.

“Mama habis nangis ya ? ko matanya merah, terus tissuenya juga basah. Apa yang Mama tangisi ?” Tanyaku penasaran.

“Fadly..sayang” Kata Mama sambil terbata-bata.

“”Iya kenapa Fadly, Ma ? kan tadi aku baru saja ketemu dengan dia. Dia bilang kangen sama aku,Ma. Dan dia pasti kembali lagi kesini untukku,Ma” Kataku sambil meyakinkan Mama.

“Sudah sayang. Jangan terlalu berharap Fadly kembali. Dia tak mungkin kembali, sayang” Kata Mama sambil memegang pundakku.

“Kenapa Mama bilang gitu ? Fadly pasti kembali ko, tadi dia bilang sendiri sama aku. Memang Fadly kenapa?” Kataku.

“Tadi Mamanya Fadly telpon, dia minta maaf sama Mama dan kamu. Karena 6 bulan yang lalu Fadly pergi dan gak kasih kabar ke kamu. Sebenarnya, Fadly punya penyakit kanker otak dan stadium akhir. Fadly tidak pernah mau memeriksakan penyakitnya ke dokter. Dan akhirnya, sejak 6 bulan itu dia harus mengikuti kemoterapi terus dan terpaksa tidak memberitahu kamu. Karena dia tak ingin kamu tahu keberadaan dan kondisinya. Dia tak ingin kamu menjadi khawatir. Dan akhirnya dia menyembunyikan semua itu dari kamu, termasuk Mama. Mama juga baru tahu sekarang.” Mama menjelaskan semuanya kepadaku.

“Gak mungkin, Ma. Tadi aku ketemu Fadly. Dia juga yang antar aku pulang ke rumah.” Kataku yang tidak percaya.

“Hari ini Fadly memang berniat untuk bertemu dengan kamu, dia memaksakan keadaannya untuk segera bertemu kamu di taman. Fadly pun datang ditemani ke dua orang tuanya. Namun, takdir berkata lain. Fadly meninggal saat dalam perjalanan menuju ke taman. Dia sudah tidak sanggup untuk bertahan hidup. Kankernya semakin parah. Dan terpaksa Fadly dan keluarganya kembali lagi ke rumah mereka. Dan Mama Fadly menelpon Mama dalam perjalanan pulang.

Kini Fadly benar-benar meninggalkanku sendiri.

“Jadi, yang datang menemuiku siapa ? apa itu hanya ilusiku saja ? atau itu rohnya Fadly yang ingin berpamitan denganku? Ayo Ma. Kita harus ke rumah Fadly. Aku mau ketemu sama dia” kataku sambil menarik tangan Mama.

Akhirnya aku dan Mama pergi ke rumah Fadly, di Lombok. Ketika aku melihat jasadnya, aku hanya bisa memeluk erat jasadnya dan menangis sekencang-kencangnya. Hati ini tak kuasa menahan sedih yang amat mendalam. Fadly adalah tunanganku dan dia pangeran kecilku dan aku putri kecilnya. Aku tak menyangka , aku gak bisa bertemu dia lagi untuk selama-lamanya.  Bagaimanapun juga Fadly tidak akan pernah kembali bersamaku. Namun hati ini masih tetap utuh untuknya. Mungkin yang tadi bertemu denganku adalah rohnya Fadly yang  ingin berpamitan denganku. Namun, entahlah. Berat rasanya menjalani hidup tanpa orang yang kita cintai. Sampai saat ini aku hidup dalam bayangan Fadly, pangeran kecilku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun