Perbincangan itu lama sudah tak kuulang kembali denganmu. Aku pun tak tau harus mengawali obrolan ini dari mana, tapi suatu saat ku kan temui dan mecoba meyakinkanmu lagi.
"Haaah..." sontak dia kaget tak percaya mendengar penjelasanku.
Kadang aku pun tak percaya dengan keputusanku sendiri, bisa di katakan gila dan tak berpikir panjang.
"Episode 1: Perkenalan" https://www.kompasiana.com/fitriyanisinaga/603e49b4ea4d9634e9733d42/episode-1-perkenalanBaca Episode sebelumnya
Mungkin jika orang-orang  mengetahui ini mereka akan beranggapan sama.
"Siaaaal...kenapa harus terulang kembali dengan keadaan yang berbeda?" gumamku tiap bertemu dengannya.
" Hangat terikmu tak kusangka menembus tulang rusukku membakar jantungku memaksa kencang memompa laju darah menuju saraf otakku",
Kalimat ini sepertinya cocok untukmu matahariku.
"Apakah aku terlalu berlebihan memanggilmu dengan kata matahariku? Apakah boleh kutambahkan kata aku dalam namamu?" Â pertanyaan yang sampai sekarang belum sempat tersampaikan olehku.
Bukan pengecut atau pun takut untuk mengatakannya tapi ungkapan perasaanku waktu lalu yang menjadikan batas antara kita. Sesatku kala itu tak mengakhiri ceritaku hari ini.
Datang sesosok sinar tua bukan bulan atau pun bintang entah aku menyebutnya apa, Â tapi dia mengenalkan dirinya bahwa masih dekat dengan matahariku.
"Hei kau..." sapanya.
"Iya, pak tua" sebutku, seperti biasa aku selalu tak sopan dengan siapa pun.
"Hahaha... kau sebut aku apa? Pak tua?" tawa kecilnya sembari tak percaya ada yang menyebutnya pak tua.