[caption id="attachment_74687" align="alignleft" width="300" caption="Obama/Admin (Shutterstock.com)"][/caption] Prof. William Liddle boleh saja mengatakan bahwa Indonesia bukanlah partner penting bagi AS. Kalangan realis dapat saja menyatakan bahwa kunjungan Obama ke Indonesia tidak lebih dari 24 jam dan mengindikasikan bahwa Indonesia tidaklah penting. Akan tetapi, dalam teori hubungan diplomatik, seorang kepala negara tidak akan melakukan kunjungan ke suatu negara apabila negara tersebut tidak dapat meng-advance kepentingan negara yang bersangkutan atau dapat berperan sebagai media dalam mencapai kepentingannya. Dalam kasus kunjungan Presiden Obama ke Indonesia, setidaknya hal ini dapat dilihat, betapapun kecilnya Indonesia dan kawasan Asia Tenggara di mata dunia. Asia Tenggara -apalagi Indonesia- hanya merupakan sub-pembahasan- dalam konteks interplay geopolitik antara kekuatan di kawasan seperti India dan China. Setidak-tidaknya, ada 3 atribut penting dari Indonesia yang membuat negara ini menjadi salah satu negara yang dilirik di dunia. Potensi terbesar Indonesia adalah perannya dalam interfaith dialogue atau dialog peradaban. Walau negara ini merupakan negara berpenduduk mayoritas Muslim, Islam bukan merupakan agama resmi negara. Indonesia juga bukan negara yang menganut sistem Islam sebagai dasar ideologi atau falsafah negara. Akan tetapi, berangkat dari beragam etnisitas, bahasa, kebudayaan, tradisi dan agama, negara ini berdiri dan berpijak pada konsep pluralisme; pengormatan pada perbedaan dan nasionalisme. Memang gesekan berbau etnis dan agama seringkali mengemuka, akan tetapi, ditinjau dari perspektif nation-building, negara ini relatif dapat menahan goncangan dan rongrongan yang saling tarik ulur -berasal dari berbagai kepentingan. Hasilnya adalah pemahaman mengenai keberagaman. Dengan atribut religiusnya itu pula, Indonesia dipandang sukses mengawinkan demokrasi dan Islam -menjadikannya negara Muslim terbesar di dunia yang menganut nilai-nilai demokrasi sekaligus menentang konsep clash of civilizations-nya Samuel P. Huntington. Tidak heran apabila Presiden Obama dalam pidatonya nanti di Universitas Indonesia (10/11/2010) akan meng-address isu dialog peradaban, sebagai lanjutan dari pidatonya di Cairo University (04/06/2009) Kedua, potensi Indonesia adalah dalam kepemimpinannya dalam forum-forum regional dan internasional. Peran Indonesia di ASEAN dalam beberapa isu sangat menonjol seperti dalam pembentukan Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) dan masalah perubahan iklim. Dalam kepemimpinannya pada tahun 2011, tantangan terbesar adalah bagaimana menjadikan ASEAN untuk mewujudkan sosoknya yang baru; lebih integratif dengan permasalahan global. Selain itu, Indonesia adalah satu-satunya anggota G20 di kawasan Asia Tenggara -salah satunya mengindikasikan peran penting yang mungkin dapat dimainkan oleh Indonesia untuk menangani masalah-masalah global. Dalam beberapa pertemuan forum G20, pemikiran yang dilontarkan Indonesia mendapatkan sambutan yang hangat di kalangan para pemimpin dunia. Selain itu, dalam isu nuklir Iran dan Korea Utara, diplomasi diarahkan untuk mendorong terciptanya dunia yang lebih aman dengan perlucutan kepemilikan senjata nuklir, mendukung kepemilikan energi nuklir untuk tujuan damai dan mendorong diterapkannya engagement yang proporsional terhadap krisis di kedua negara tersebut. Sikap Indonesia ini kadang agak berbeda dengan sikap negara-negara lain; menunjukkan keinginan untuk mencapai dimensi konstruktif dan realis dalam bobot diplomasinya. Dan dengan potensi hutannya untuk paru-paru dunia, Indonesia dianggap strategis dalam perannya ikut menangani masalah perubahan iklim. Kesinambungan lingkungan salah satunya ditentukan oleh upaya-upaya diplomasi di bidang lingkungan hidup. Indonesia merupakan promotor mekanisme partisipasi penanganan perubahan iklim bagi negara berkembang atau Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation in Developing Countries (REDD) dan pemrakarsa forum 11 negara pemilik hutan terbesar dunia atau "Forest 11". Karena itulah, kita dapat saja berpandangan bahwa Indonesia bukanlah negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi secepat China, bukan pula negara yang dianggap Amerika cukup penting untuk kemajuan ekonominya seperti India. Akan tetapi, negara ini memainkan peran yang layak dicatat dalam isu-isu regional dan global di atas. Pelajaran yang mungkin dapat direnungkan adalah bagaimana melihat dan terus menggali potensi negara ini untuk kelangsungan diplomasi Indonesia ke depan. Obama hanya berada di Indonesia kurang dari 24 jam. Akan tetapi, adalah penting untuk memanfaatkan kunjungan tersebut agar bernilai strategis tidak hanya bagi Amerika tapi juga bagi Indonesia. Kesepakatan Stretagic Partnership adalah langkah awal yang baik, salah satunya untuk menjadikan hubungan kedua negara lebih bersifat setara dan untuk mendukung peran Indonesia untuk lebih terlibat dalam penanganan permasalahan global. Kritik dan masukan mutlak diperlukan, untuk mengukur batasan diri dan kepentingan yang ingin dicapai Indonesia. Akan tetapi, memandang diri capable lalu berpartisipasi dalam penanganan masalah-masalah dunia akan berdampak lebih positif dalam menumbuhkan kepercayaan diri suatu bangsa. Sesedikit dan sekecil apapun dunia internasional memandang Indonesia dan Asia Tenggara, untuk menjadi bangsa yang lebih besar, kepercayaan terhadap diri sendiri mutlak diperlukan. Karena dengan itu, perspektif positif dapat dimunculkan. Energi positif dikeluarkan, al-hasil diperoleh pencapaian-pencapaian yang baik dalam merealisasikan kepentingan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H