Mohon tunggu...
Fitriyana Nur Auliya
Fitriyana Nur Auliya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peristiwa Sejarah Pertempuran Lima Hari

16 Desember 2022   12:54 Diperbarui: 16 Desember 2022   13:28 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pertempuran lima hari di Semarang adalah sebuah peristiwa bersejarah dimana adanya pertempuran antara rakyat Indonesia melawan tentara Jepang dan berada di Semarang. Pertempuran ini berlangsung dari tanggal 15 Oktober sampai dengan tanggal 20 Oktober tahun 1945 pada saat pergantian kekuasaan Jepang kepada Belanda. Pertempuran lima hari ini biasa dikenal dengan palangan lima dina, yang juga merupakan bagian dari rangkaian peristiwa sejarah kemerdekaan Indonesia. Peristiwa ini bertepatan dengan kekalahan Jepang pada saat terjadinya perang dunia II oleh sekutu.

Peristiwa pertempuran lima hari di Semarang melibatkan sisa-sisa pasukan Jepang di Indonesia bersama Tentara Keamanan Rakyat (TKR), atau angkatan perang Indonesia yang saat itu mereka belum menjadi Tentara Nasional Indonesia atau TNI. Untuk memperingati Sejarah pertempuran lima hari di Semarang tersebut, kemudian dikenang dengan dibangunnya sebuah monumen, yaitu Tugu Muda yang terletak di bundaran Jalan Pemuda atau biasa disebut Simpang Lima (Jalan Pemuda, Jalan Pandanaran, Jalan Imam Bonjol, Jalan Dr. Sutomo, dan Jalan MGR), di Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah itu. Tugu tersebut kemudian menjadi pengingat dan sebuah penghargaan atas perjuangan dari para pemuda yang terlibat dalam peristiwa heroic yaitu pertempuran lima hari di Semarang.

Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, masih cukup banyak tentara Jepang yang tidak dapat kembali ke tanah airnya. Beberapa tentara Jepang dipekerjakan di pabrik atau bidang lain. Bersamaan dengan itu, pasukan Sekutu, termasuk Belanda, mulai masuk ke Indonesia dengan tujuan melucuti senjata dan memulangkan bekas tentara Jepang yang masih tersisa.

Di dalam Indonesia, Merdeka: 30 Tahun (1995), yang diterbitkan oleh Sekretariat Republik Indonesia, menyatakan bahwa pada tanggal 14 Oktober 1945, 400 mantan tentara Jepang Dai Nippon yang bekerja di pabrik gula Cepiring yang terletak di sekitar 30 kilometer dari Kota Semarang memberikan sebuah perlawanan. 

Saat itu mereka hendak dipindahkan ke Semarang, namun lolos dari pengawalan. Ratusan eks tentara Jepang ikut bertempur dan melarikan diri ke daerah Jatingaleh. Di sana mereka bergabung dengan Batalyon Kidobutai yang dipimpin oleh Mayor Kido. Pertempuran Semarang selama 5 hari ini dilatar belakangi oleh kaburnya pasukan Jepang dan meninggalnya dr. Karyadi. Dr. Karyadi ditembak mati oleh tentara Jepang saat sedang dalam perjalanan untuk melaksanakan tugas memeriksa Reservoir Siranda (tempat penyimpanan cadangan air) yang berada  di Candi Lama, salah satu mata air di kota Semarang. Pemeriksaan tersebut didasarkan pada sebuah berita bahwa tantara Jepang telah meracuni mata air tersebut. Karena hal itu, masyarakat di Semarang semakin marah dan mulai melancarkan serangan balasan terhadap tentara Jepang. Untuk menghormati jasa dari dr. Kariadi, maka dari itu nama beliau diabadikan menjadi nama  sebuah rumah sakit umum yang ada di kota Semarang.

Perlawanan dari bekas tentara Jepang mulai terlihat di Kota Semarang. Mereka mulai berjuang untuk menemukan dan menyelamatkan orang Jepang yang ditangkap. Menurut catatan Buku Pelajaran IPS milik Ahmad Muslih dan teman temannya (2015: 189), pertempuran selama lima hari dimulai di Semarang pada tanggal 15 Oktober sampai dengan 20 Oktober 1945. Pada dini hari tanggal 15 Oktober, ada sekitar 2.000 orang yang tiba dari Kidobutai mendatangi Kota Semarang. Kedatangan mereka disambut generasi muda Semarang dengan dukungan Tentara Keamanan Rakyat  (TKR). 

Pertempuran antara kedua belah pihak berlangsung selama lima hari. Kidobutai rupanya didampingi oleh pasukan Jepang lainnya di bawah komando Jenderal Nakamura. Perang itu terjadi di empat tempat di Semarang yaitu Kintelan, Pandanaran, daerah Jombang dan di depan Lawang Sewu (Simpang Lima). Lokasi konflik yang memakan banyak korban dan berlangsung paling lama itu berada di Simpang Lima, atau saat ini disebut kawasan Tugu Muda.

Agar tidak memperpanjang konflik, diadakan negosiasi untuk mendapatkan jalan keluar dari adanya peperangan yang terjadi (gencatan senjata). Kasman Singodimedjo dan Mr. Sartono mewakili Indonesia, sedangkan Jepang diwakili oleh Panglima Angkatan Darat Dai Nippon yaitu Letnan Kolonel Nomura. Selain itu, hadir pula perwakilan sekutu, Brigadir Jenderal Bethel. Perdamaian dibuat antara kedua belah pihak. Pada tanggal 20 Oktober 1945, Sekutu melucuti semua tentara Jepang. Peristiwa pertempuran lima hari itu kemudian dimeriahkan dengan dibangunnya Tugu Muda di Simpang Lima, Kota Semarang.

Beberapa tokoh yang ikut serta terlibat dalam peristiwa lima hari di Semarang ini diantaranya:
1. dr. Kariadi, seorang Kepala Laboratorium di Pusat Rumah Sakit Rakyat (RS Purusara)
2. drg. Soenarti, seorang Istri dari dr. Kariadi
3. Mr. Wongsonegoro, seorang Gubernur Jawa Tengah yang sempat ditangkap oleh tantara Jepang
Dr. Sukaryo dan Sudanco Mirza Sidharta, 4. seorang tokoh dari Indonesia yang sempat ditangkap oleh Jepang Bersama dengan Mr. Wongsonegoro.
5. Mayor Kido, seorang pemimpin Kidobutai Jepang di Jatingaleh.
6. Kasman Singodimejo dan Mr. Sunarto, perwakilan dari perundingan gencatan senjata Indonesia.
7. Jenderal Nakamura, perwira tinggi Jepang yang saat itu pernah ditahan oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Magelang.
Diperkirakan dampak dari peristiwa tersebut, menewaskan sekitar 2.000 orang. Namun ada juga yang mengatakan bahwa terdapat kurang dari 300 orang tewas  dalam peristiwa tersebut. Sedangkan dari pihak Jepang, seorang sejarawan Ken'ichi Goto menuliskan bahwa terdapat 187 orang yang tewas dalam peristiwa tersebut. Sementara dari Mayor Kido mengatakan bawa terdapat 42 orang yang tewas, 213 orang hilang, dan 43 orang terluka. Untuk menghormati jasa dari dr. Kariadi, maka nama beliau diabadikan menjadi nama  sebuah rumah sakit umum yang ada di kota Semarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun