Mohon tunggu...
fitriyah
fitriyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif pendidikan matematika UINSA

Mahasiswa aktif pendidikan matematika UINSA

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ekstremisme Beragama

25 November 2024   00:07 Diperbarui: 25 November 2024   00:18 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Ekstremisme merupakan paham atau keyakinan yang sangat kuat terhadap sesuatu melebihi batas dan dapat melanggar hukum. Ekstremisme beragama adalah paham yang mendorong tindakan atau keyakinan ekstrem berupa sikap berlebih-lebihan dalam beragama, seperti menerapkan agama secara kaku dan keras. Ekstremisme juga sering kali melibatkan kekerasan untuk mencapai ideologi. Sikap ekstrem dalam beragama bisa disebut dengan "Al-Ghuluw" yang artinya berlebih-lebih atau melampaui batas. Penyebab terjadinya sikap ekstrem dalam beragama yaitu minimnya pemahaman agama karena dilakukan hanya dengan membaca teks-teks agama secara konstektual tanpa menafsirkan atau melihat pandangan ulama' dan perspectif dari ilmu lainnya.

Dilansir dari DetikNews Mahfud Mengungkap 3 jenis Ekstremisme antara lain adalah:

1.JIHADIS

Menurut Mahfud, jihadis adalah jenis yang paling ekstrem karena meyakini melakukan pembunuhan terhadap orang lain atau kelompok tertentu yang tidak sepaham atau yang di anggap menghalangi terwujudnya paham mereka. Salah satu kelompok ekstremisme jihadis adalah ISIS.

2.TAKFIRI

Takfiri merupakan paham yang yang menganggap paham lain walaupun satu agama adalah paham yang sesat, kafir, yang tidak saja harus di jauhi, tetapi juga di musuhi. "Identifikasi kelompok tidak hanya pada tingkat pemikiran saja, tetapi juga pada simbol-simbol tertentu, misalnya cara berpakaian" Ujarnya. Takfiri merujuk pada Muslim yang melabeli muslim lain sebagai kafir atau murtad. Kelompok Takfiri sering kali menuduh sesama muslim melakukan bid'ah berdasarkan perbedaan keyakinan atau praktik. Hal inilah yang dapat meneyababkan kekerasan.

3.IDEOLOGI EKSTREMISME

Mahfud menyampaikan jenis ekstremisme lunak namun tetap berbahaya, yakni mereka memiliki paham tertentu yang dianggap paling benar dan memiliki paham yang dianut orang lain, bahkan paham nasional seperti pancasila disebut sesat. "Mereka berusaha mengubah pancasila dengan mempengaruhi pemikiran melalui lembaga pendidikan, serta brosur-brosur penyusupan bahwa pancasila disebut sesat" ucapnya. Ideologi ekstremisme mencakup pandangan dan tindakan yang mendukung kekerasan, kebencian, atau intoleransi, sering kali untuk mencapai tujuan politik, agama atau sosial. Hal ini yang menjadi tantangan bagi masyarakat yang beragama, karena idelogi ekstremis cenderung menolak koeksitensi damai dan memperjuangkan supremasi kelompok tertentu.

Indonesia harus mewaspadai ekstremisme karena meskipun ada penurunan signifikan dalam aksi terorisme, kelompok radikal terus beroperasi di bawah permukaan menggunakan pendekatan yang lebih halus untuk merekrut anggota. Ekstremisme dapat memecah belah persatuan bangsa dan mengancam stabilitas sosial dan politik. Dengan meningkatnya penggunaan media sosial untuk menyebarkan ideologi radikal, pemerintah dan masyarakat perlu bersinergi dalam pencegahan dan pemberantasan ekstremisme berbasis kekerasan. Adapun beberapa langkah strategi untuk mencegah ekstremisme, yaitu:

1.Moderasi Beragama :Mengedepankan nilai-nilai moderasi dalam beragama, seperti wasathiyah untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama. Untuk menerapkan moderasi dalam beragama secara efektif yaitu dengan cara menghargai perbedaan, meningkatkan pemahaman, mempraktikkan nilai-nilai agama, dan dalam situasi konflik,menciptakan diskusi antaragama untuk saling mendengarkan dan memahami pandangan masing-masing, serta tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi untuk menjaga hubungan harmonis.

2.Edukasi dan Pelatihan :Melaksanakan pelatihan bagi pendidik dan masyarakat untuk memahami dan menangkal paham radikal melalui pendidikan formal dan non formal.

3.Pengintegasian kurikulum :Mengintegrasikan materi pencegahan ekstremisme dalam kurikulum pendidikan untuk membangun kesadaran dikalangan generasi muda.

4.Kolaborasi Anatarlembaga :Memperkuat kerjasama antara pemerintah, ulama', dan masyarakat dalam upaya pencegahan.

 Dalam menghadapi tantangan ekstremisme, penting bagi kita untuk memahami akar penyebab dan dinamika yang mendorong individu atau kelompok terjerumus ke dalam ideologi radikal. Ekstremisme tidak hanya berdampak pada individu yang terlibat, tetapi juga mengancam stabilitas sosial dan keamanan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, pendekatan komperenshif dan kolaboratif diperlukan untuk mencegah penyebaran paham ekstremis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun