Coretan kabut malam menumpahkan serabut kisah tentang malam yang temaram. Tumpahan serabut kisah itu terpaut bak baut yang tak berkenan berlutut dalam perasaan yang kian kelut. Sinar bulan menyoroti hati di setiap tapak kaki masa kini. Masa itu dimana burung sedang bernyanyi merdu di sarang yang penuh madu rindu. Rasanya manis sekali hingga kutak ingin merasakannya hanya sesekali. Akar kehendak bumi mencengkram kuat akan tegaknya batang nasib yang membentang luas di alam jagad raya. Aku lemah, tak bisa memaksakan akar itu tuk mengikuti arus air yang ingin kusiram dalam sejuknya hidup di sela symphoni senja merah. Hanya Tuhan yang bisa kuajak bermain dalam teka-teki permainan yang semakin tak kumengerti. Tuhan, temani aku bersama coretan kabut malam itu.
Ada secercah asa yang kurasa kian menepis. Kebahagiaan yang baru kurasakan tak ingin kutinggalkan dalam jurang kenistaan. Kekasih yang selalu tunduk dalam gelombang asmara menusuk begitu dalam menyentuh relung-relung keceriaan. Sesuatu apa-lagi yang ingin kukabarkan pada dunia, bila bola salju bisa kugenggam dalam kepalan tangan lembut nan bersih. Ikrar suci itu selalu membayangi aktivitasku dalam bingkai harapan. Hatiku tlah terjatuh dalam kubaran ketulusannya. Tulang rusuk yang tlah menjelma menjadi diriku sendiri mengilusikan bagian dari jasadnya yang sempat terpisah. Entah mengapa Malaikat begitu mengikat perasaan ini di setiap jejak kasih yang kuingat.
Pertemuan yang begitu singkat, mengantarkanku pada perpisahan yang sudah di ujung mata. Bagaimana kubisa melampauinya bila suara riuh semangat tak mau menyapaku lagi dan bergandengan dengan keikhlasan yang menyisakan beban berat yang kupikul? bukankah kesendirian dan kesepian yang akan menemaniku? Butiran mutiara airmata deras mengeluarkan kesedihannya dalam hati, meraung keras namun tak terdengar di atas gurun sahara. Melodi cinta menari memutari imajinasi dan mengajakku tersenyum. Bayangan kosong yang selalu kulihat di atas langit sana, membuyarkan lamunanku akan jalanan hampa yang kukhawatirkan.
Ejaan kisah yang kurangkum dalam catatan diary cinta, membuka pintu batin bersama tarian jari yang tak pernah ada habisnya merangkai kata yang indah nan mempesona. Cintailah cinta dengan ketulusan kharisma kata, sayangi cinta dengan keharibaan masa dan kasihi cinta dengan keagungan Pencipta. Pisah Kasih yang harus sampai pada masanya, tak boleh dicegah karena masanya takkan meninggalkan memory sisa-sisa. Meski jauh di mata, namun dekat di denyutan rasa. Berpisahlah untuk sebuah pertemuan yang sah. Sumpah kata harus disampaikan dengan indah. Hanyalah kau yang tersirat dalam lorong jiwa. Tak mau tau apa yang kau rasa, namun inilah apa yang kurasa. Percayalah pada kekuatan cinta, yang pada nantinya kita akan bersatu tanpa dosa.
Hati ini akan selalu merindukanmu, entah terlarang atau tidak, aku hanya mengantarkan kata yang sempat tersendat serak di kerongkongan. Berjanjilah akan suatu kesepakatan. Beragam ujian akan menghadang, namun doa pada Sang Pencipta tetap harus dikumandangkan dan keyakinan ini harus diperjuangkan. Selamat tinggal untuk terakhir kata kuucapkan dan tak ada akhir untuk sebuah pertemuan kekal yang kuharapkan. Genggam tanganku esok bersama segudang doa dan sejuta cita agar aku kuat menghadapi masa bersamamu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H