Mohon tunggu...
Fitriyah Mas'ud
Fitriyah Mas'ud Mohon Tunggu... -

Sedang memburu identitas diri sebagai wanita yang memiliki kecantikan sempurna: kecantikan fisik, agama, akhlaq, kematangan intelektual, jiwa yang stabil dan penyejuk hati.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Money

Ini Dia Cara Ampuh Memberantas Korupsi

26 Mei 2012   21:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:44 3213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara masalah koruptor di Indonesia, sudah bukan perbincangan yang tabu lagi. Akibat sikap para koruptor, masyarakat sudah tidak percaya lagi pada pejabat-pejabat negara yang konon dalam kampanyenya akan memperjuangkan hak-hak rakyat kecil. Mereka cukup dikecewakan oleh janji-janji yang menipu. Namun, tidak sepenuhnya saya menyalahkan pemerintah/pejabat-pejabat negara tersebut karena saya mencoba menarik akar permasalahan dari 4 aspek. Saya gambarkan  aspek tersebut pada konsep susunan kalimat dalam pelajaran Bahasa Indonesia bahwa ada SPOK (Subyek, Predikat, Obyek dan Keterangan). Jadi, Subyek disini adalah pemerintah, predikat adalah sistemnya, obyek adalah masyarakat Indonesia dan Keterangan adalah Solusi Pemerintah untuk meredam konflik). Untuk masalah SUBYEK (Pemerintah), telah sedikit saya paparkan di atas yang berkenaan dengan kinerja pemerintah.

PREDIKAT (Sistem). Ditinjau dari sistemnyapun ada kekeliruan. Jika boleh saya berpendapat bahwa sebenarnya budaya korupsi terjadi karena faktor ekonomi, meskipun memang banyak dari faktor-faktor yang lain.  Saya memfokuskan pada masalah ekonominya. Dari sistem ekonomi yang kita pakai ini adalah sistem ekonomi kapitalis. Maka jangan heran jika Indonesia tidak bisa berjaya dari segi ekonomi. Meski sekarang kita sudah tak asing dengan sistem ekonomi Islam yang belakangan ini banyak digembor-gemborkan, saya tetap ada rasa belum puas terhadap sistem ekonomi yang dijalankan karena hasilnya tetap saja belum bisa memaksimalkan kemakmuran rakyat. Dari salah satu seminar yang saya ikuti dan kebetulan pematerinya adalah Pak Hatta Rajasa (Menteri Perekonomian) menjelaskan bahwa Indonesia pada tahun 2025 akan menjadi salah satu 7 negara besar dunia yang mempunyai pendapatan $16.000 per kapita. Kita lihat saja, apakah target ini memang benar-benar akan tercapai atau justru tercapai untuk kantong-kantong pejabat itu sendiri. Kita khusnudhon saja semoga benar-benar terealisasikan dan sampai pada tangan rakyat. Menurut hemat saya, dari bacaan sejarah yang saya baca bahwa sistem ekonomi rostow yang dianut pada masa orde baru itu lebih efektif  karena sistem ini mengutamakan Usaha Kecil Menengah (UKM) sehingga masyarakat kecil juga masih bisa sedikit lega dalam menjalani kehidupan ekonominya sehari-hari.

OBJEK (Masyarakat). Dari perbincangan para narasumber talk show "Apa Kabar Indonesia" di TV One telah dipaparkan bahwa kesalahan urgent yang tidak pernah disadari masyarakat adalah paradigma mereka sendiri yang menganggap korupsi itu adalah budaya baru di era modern ini. Sehingga, dari paradigma salah yang kemudian menjadi budaya itulah yang sebenarnya harus direkonstruksi. Di sini jelas, kita harus berhati-hati dalam mengungkap sebuah argument karena bisa jadi akan menjadi asumsi umum yang salah kaprah di dalam masyarakat dan dampaknya sangat membahayakan. Kesalahan lain dari masyarakat adalah menjamurnya budaya MALAS sehingga menginginkan segala sesuatunya ekstra "Instan" termasuk menghalalkan segala cara demi sebuah prestise dan materi. Budaya semacam ini tidak hanya menjamur dari masyarakat kalangan bawah tapi juga kalangan atas.

KETERANGAN. Keterangan di sini berkaitan dengan solusi pemerintah dalam mencegah konflik/aksi korupsi. Sayapun cukup apresiatif terhadap Badan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun lagi-lagi kinerja mereka dinilai kurang maksimal. Hal ini terjadi karena malingnya lebih cerdas dari penyidiknya. Tak bisa dipungkiri bahwa aksi penipuan ataupun kejahatan yang dilakukan oleh para koruptor-koruptor yang intelektualis gerakannya sungguh samar sekali. Namun saya yakin, sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga. Entah akan terbongkar hari ini, bulan ini, tahun depan bahkan beberapa tahun lagi. Yang jelas, saya yakin pasti terungkap atau mungkin akan dihakimi sendiri oleh Sang Pencipta di akherat.

Nah, dari akar permasalahan sederhana yang saya konsep tadi, sayapun punya ide pemikiran untuk mengurangi angka korupsi di Indonesia. Saya membaginya menjadi 2 bagian. Pertama untuk kalangan atas seperti pejabat-pejabat negara, polisi dll. Kedua untuk kalangan rakyat menengah ke bawah.

PERTAMA, untuk kalangan atas.
Batasi kekayaan mereka yang sekiranya berorientasi untuk bergaya hidup hedonis. Misalnya, kepemilikan barang pribadi seperti mobil, rumah dan handphone yang tidak boleh melebihi standart ketentuan dari pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada lagi budaya komsumtif dan style glamour yang berdampak pada kalangan menengah ke bawah untuk meniru. Sedangkan untuk kelebihan harta kekayaannya, maka disumbangkan pada negara untuk melunasi hutang-hutang Indonesia, membangun lapangan pekerjaan, dan bisa jadi alat untuk merebut kembali aset-aset negara yang dikuasai asing atau membeli aset negara lain untuk kemakmuran Indonesia, karena saya melihat sendiri banyak orang kaya di Indonesia yang justru kebingungan di saat mendapatkan banyak harta kekayaan. Akhirnya merekapun mengalokasikan pada pembelian barang-barang mahal yang sebenarnya manfaatnya tidak terlalu dibutuhkan. Bahkan ada juga yang karena kelebihan uang, mereka justru membuka restoran namun restoran yang dibangun adalah restoran masakan dan minuman ala luar negeri. Otomatis hal  ini juga berdampak buruk pada pelestarian kuliner nusantara itu sendiri, dan masih banyak lagi contoh-contoh lainnya. Maka dari itu, daripada uang dihambur-hamburkan lebih baik digunakan untuk kemaslahatan masyarakat Indonesia saja. Jadi, mereka secara tidak langsung bekerja untuk keluarga dan negara. Jelas ini adalah kontribusi besar terhadap negara. Toh masalah diperdebatkan atas nama HAM (Hak Asasi Manusia), menurut saya tidak ada masalah yang penting ada musyawarah terkait batasan kekayaan itu sebelumnya dan tidak menimbulkan konflik.

KEDUA, untuk kalangan menengah ke bawah.
Berhubung golongan ekonomi ini dinilai pas-pasan, ada ide gila yang muncul dalam benak saya. Saya berpikir bahwa alangkah baiknya jika pihak pemerintah atau pihak kepolisian membuka ruang sebebas-bebasnya untuk rakyat yang tidak mampu agar mendaftarkan diri masuk penjara saja. Tidak perlu ada pengubahan nama dari penjara menuju nama yang lebih sopan, karena saya rasa saat mereka ada di penjara maka ruang geraknya harus dibatasi untuk fokus peningkatan kwalitas diri. Di penjara tentu tersedia fasilitas-fasilitas yang nyaman minimal untuk kebutuhan makan dan tidur serta bimbingan spiritual dan sosial bahkan keterampilan. Wujudkan sebuah asumsi baru pada masyarakat bahwa kini penjara dibedakan atas dua bagian, yaitu penjara untuk masyarakat yang memang melakukan pelanggaran pidana dan penjara untuk masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan/pengangguran. Dengan begitu, masyarakat miskin akan masuk penjara kategori "dua". Mengenai konsumsi dan beaya-beaya hidup lainnya, maka pemerintah menganggarkan APBN untuk kepentingan masyakarat miskin di penjara. Dengan begitu, saya yakin alokasi dana yang tadinya akan dikorupsi akan batal dilakukan karena sudah habis untuk anggaran masyarakat miskin tadi.  Namun, masyarakat di sini bukan berarti diajarkan untuk bergantung pada orang lain, justru ini adalah salah satu cara untuk memberdayakan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia melalui keterampilan yang sudah dibekali di penjara. Telah kita ketahui bersama bahwa Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia sangat melimpah ruah tapi tidak bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia sendiri. Semuanya dieksploitasi oleh saham-saham asing. Setelah masyarakat miskin tadi itu dikarantina, pemerintah tentukan waktu karantina selama 2-3 tahun yang nantinya harus bergantian dengan masyarakat miskin yang lain. Saya bukannya tidak percaya pada LSM-LSM yang ada, namun agar dana negara benar-benar dipegang oleh pihak kepolisian setempat saja (penguasa tunggal) untuk keperluan masyarakat miskin. Program BLTpun yang konon membantu rakyat kecil ternyata kurang dioptimalkan pemanfaatannya oleh rakyat itu sendiri karena saya terbiasa mengamati kebiasaan masyakarat ketika dana BLT cair, justru pasar-pasar ramai dikunjungi untuk membeli pakaian, perhiasan, dan barang-barang yang kurang tergolong kebutuhan primernya. Maka dari itu, muncullah ide gila yang ada pada benak saya, saya minta maaf  jika ada pembaca yang tidak setuju. Saya murni menulis atas dasar hoby mengekspresikan pemikiran dalam tulisan dan rasa empati pada kondisi negara yang semakin carut-marut akibat masalah KORUPSI.

Sekian Terimakasih.
Salam Penulis.
Fitriyah Mas'ud.........^_^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun