Mohon tunggu...
Fitri Wulandari
Fitri Wulandari Mohon Tunggu... -

Perempuan Muslim :-)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Korupsi Uang Retribusi?

11 Mei 2013   14:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:45 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika saya pergi ke Banjarnegara kamis kemarin, saya mendapatkan cerita menarik dari saudara kakak sepupu seputar pekerjaannya. Dia adalah seorang bapak penjaga TPR disebuah objek wisata Kaliurang, tepatnya Telaga Putri. Saat saudara yang lain tahu kalau dia bekerja disana ada yang bertanya, “Berarti gratis Pak Dhe nek ajeng mlebet?”, Beliau menjawab “Nek kenal mesti ratau tak kon mbayar”. Dalam hatiku, apa masuk wisata miliknya sendiri ya,hehe.

Setelah itu dilanjutkan cerita dari Pak penjaga itu. Dulu katanya beliau mau ditempatkan di TPR pintu depan yang mana semua wisatawan yang menuju semua objek wisata Kaliurang harus membayar dahulu disana. Tapi bapak itu lebih memilih untuk ditempatkan ditempat Parkir+pintu masuk khusus Telaga Putri saja. Mengapa bapak itu tidak mau ? kata Beliau “nanti ndak banyak dosa”. Beliau bercerita kalau di TPR depan, banyak uang yang akan di dapat. Uang itu berasal dari uang retribusi yang tidak disetorkan. Ketika ada rombongan bis wisata akan masuk, misalnya saja ada 3 bus pariwisata, nanti hanya 2 bus saja yang dihitung. Sisanya nanti petugas TPR ada yang menyusul ke lokasi wisata. Dari 3 bus tadi hanya 2 bus yang uangnya masuk disetorkan. Sedangakan 1 bus yang terakhir uangnya masuk ke kantong penjaga TPR. Uang retribusi itu dibayarkan tidak per bus, akan tetapi per kepala yang ada dalam bus itu, tinggal kalikan saja @Rp 5000. Uang itu nantinya dibagi sejumlah penjaga TPR. Bayangkan berapa uang yang masuk setiap harinya bagi penjaga TPR?? Apalagi setelah erupsi kemarin dan juga saat hari libur..

Lain halnya dengan TPR di pintu masuk oyek wisata khusus Telaga Putri. Uang panas diperoleh dari parkir dan TPR khusus Telaga Putri tersebut. Hampir sama dengan TPR di depan, akan tetapi jumlah pengunjung dan perolehan uang panasnya lebih sedikit karena hanya khusus wisata Telaga Putri saja. Uang yang masuk tidak semua disetorkan, akan tetapi hanya akan sama atau tidak jauh beda dengan setoran-setoran sebelumnya. Uang hasil TPR yang tidak disetorkan, dibagi pada waktu yan ditentukan oleh sejumlah penjaga TPR ditempat itu. Sedangkan uang harian, sebutnya bapak itu uang bensin dari hasil penarikan uang parkir yang tidak disetorkan. Pengunjung yang parkir diberikan karcis, akan tetapi saat pengunjung tersebut akan pergi dan membayar uang parkir, karcisnya tadi tidak disobek tetapi digunakan lagi untuk pengunjung lain yang akan parkir. Jadi disini uang yang disetorkan sejumlah bendelan karcis yang habis. Karena karcisnya dipakai lagi untuk beberapa pengunjung, maka uang itu mengalir kepada penjaga disana.

Sesuai dengan omongan bapak penjaga TPR tadi, apabila warga daerah sana tidak pernah dimintai bea masuk. Tetapi juga sering ada yang bukan warga sana direla-relakan untuk tidak menggunakan helm agar tampak warga sana dan tidak dimintai bayaran TPR. Bagi kerabat penjaga TPR juga tidak dimintai bea TPR. Hanya kenal tapi bukan kerabatnya pun kerap kali tidak dimintai uang TPR. Sebenarnya saya sendiri kurang tahu siapa saja yang wajib dikenai TPR. Apakah setiap orang tanpa kecuali, atau memang warga disuatu tempat yang melewati wisata ber-TPR tidak dikenai atau bagaimana. Disini jelas apabila kerabat atau orang yang mengenal panjaga TPR terus tidak membayar berarti sudah merupakan suatu pelanggaran aturan. Hal ini termasuk dalam kategori Nepotisme.

Kegiatan yang dilakukan oleh penjaga TPR tersebut jelas telah menyimpang dari ketentuan yang seharusnya dikerjakan. Para penjaga TPR tersebut sejatinya setiap bulan sudah digaji oleh daerah. Tetapi para penjaga TPR tadi masih saja mengambil jatah uang setoran untuk kepentingan masing-masing. Uang hasil pemungutan TPR tadi harusnya disetorkan sesuai dengan banyaknya pengunjung yang datang, tapi kenyataannya tidak semua. Jumlah setoran telah dimanipulasi oleh para pejaga TPR. Tindakan tersebut termasuk dalam kategori korupsi. Jika kegiatan ini tidak dihentikan, maka akan merugikan daerah yang bersangkutan. Banyaknya pengunjung yang datang tidak di imbangi dengan peningkatan mutu obyek wisata akan berdampak buruk pada penurunan peminat wisata pada daerah yang bersangkutan. Harusnya kita semua menyadari bahwa uang retribusi tersebut merupakan salah satu alat untuk memajukan daerah, khususnya kemajuan obyek wisata daerah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun