[/caption]
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Ini tentang kisah seorang hakim yang memberi keputusan dengan logika terbalik. Negeri ini dibuat heran, apakah itu gambaran seorang penegak hukum? Tapi saya katakan padamu, negeri ini memang carut marut. Lalu, apa yang bisa kamu perbuat? Jika kamu bisa, lakukan! Jika tidak, cuci kaki dan gigimu-lalu tarik selimutmu-dan ucapkan selamat malam pada dunia yang kejam ini, karena ini hanyalah permainan manusia, oleh manusia, dan untuk manusia.
==============================================================
Sebagai paru-paru dunia, Indonesia memiliki kekuatan sumber daya alam yang sangat besar dan melimpah. Kekayaan sumber daya alam Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari daratan sampai lautan merupakan anugerah Tuhan yang patut disyukuri dan dikelola dengan baik. Salah satu sumber daya alam yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia yaitu sektor kehutanan. Sebagai paru-paru dunia, Indonesia memiliki hutan tropis terbesar serta di dalamnya tumbuh berbagai macam warisan dunia (flora dan fauna). Hutan bukan hanya dapat dimanfaatkan untuk melestarikan ekosistem, tetapi juga dimanfaatkan oleh masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, tanggung jawab untuk mengelola dan memelihara hutan adalah tanggung jawab bersama!
Kini, Indonesia memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan sektor kehutanan menjadi salah satu prioritas pembangunan ekonomi. Masa kejayaan kontribusi hutan bagi perekonomian di Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 1990-an. Saat itu, sub sektor kehutanan berhasil memberikan kontribusi bagi pendapatan domestik bruto (PDB) sebesar 2,5 persen[2]. Keadaan ini sering disebut sebagai “keajaiban ekonomi”. Hingga pada beberapa dekade terakhir, terjadinya deforestasi di Indonesia mampu menghilangkan rata-rata 2 juta ha per tahun menyebabkan kontribusi kehutanan tidak mampu lagi menyentuh 1 persen terhadap PDB.
Tidak hanya itu, deforestasi dan degradasi hutan juga menyebabkan timbulnya emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 20 persen. Illegal logging menyebabkan biomassa yang tersimpan di dalam pohon akan membusuk atau terurai dan menghasilkan gas karbon dioksida (CO2), sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer yang memerangkap panas[3]. Sebagai paru-paru dunia, hutan dapat menyerap 5 milyar ton CO2 yang dihasilkan dari aktivitas manusia sebesar 32 milyar[1]. Padahal, banyak masyarakat yang mengandalkan hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bank Dunia mencatat bahwa terdapat lebih dari satu milyar orang sangat tergantung pada hutan sebagai sumber kehidupan mereka[6]. Kondisi demikian menciptakan terjadinya kesenjangan ekonomi, sehingga menimbulkan berbagai macam perlawanan dan konflik sosial.
Apakah Indonesia punya keinginan untuk maju? Punya, tapi tak ada yang bergerak, walaupun ada hanya sejumlah minoritas. Wallahualam. Penerapannya di Indonesia telah diupayakan saat repelita 1983-1993. Konsep pembangunan berkelanjutan memiliki 4 (empat) matra berkeadilan sosial, yaitu: perkembangan penduduk dan masyarakat; sumber daya alam dan lingkungan; teknologi dan ruang lingkup kebudayaan; dan perkembangan ruang lingkup internasional. Pembangunan Indonesia yang berkelanjutan tersebut tidak hanya mempertahankan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan komitmen pelestarian lingkungan, namun juga dapat pada peningkatan kesejahteraan sosial bagi seluruh Masyarakat Indonesia.
Emil Salim dalam bukunya Pembangunan Berwawasan Lingkungan[4]menyebutkan bahwa salah satu matra pembangunan berkelanjutan adalah sumber alam. Indonesia sebagai negara tropis yang kaya akan sumber alam, salah satunya sektor kehutanan perlu diinvestasi dan dikelola menurut pola yang mengindahkan kelestarian sumber daya alam (konservasi).
Pembangunan kehutanan sejauh ini juga memiliki kontribusi yang besar terhadap pembangunan wilayah. Hal ini ditunjukkan dengan terbukanya wilayah-wilayah terpencil melalui ketersedian jalan HPH bagi masyarakat di dalam dan sekitar hutan, bertambahnya kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan pemerintah daerah dan masyarakat[5]. Investasi di sektor ini perlu dilakukan dengan upaya PPCP (Public Private Community Partnership), sehingga usaha konservasi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Investasi dilakukan dengan 3 (tiga) langkah, yaitu langkah kebijaksanaan eco-development – mengusahakan pembangunan dengan pengembangan lingkungan hidup – perlu dikembangkan. Kedua, kemampuan (skill) mengelola sektor kehutanan untuk masyarakat juga harus dikembangkan dengan pemberian modal (pelatihan, uang, dll). Ketiga, keselarasan bisnis ramah lingkungan (eco-business) dan menciptakan peluang kerja dapat memperkuat usaha konservasi
Kaum bisnis memiliki 2 (dua) peran dalam menopang ekonomi hijau, yaitu untuk menciptakan dunia usaha dengan investasi yang ramah lingkungan (eco-business) dan membuka peluang kerja bagi Masyarakat Indonesia. Salah satunya, yaitu pengembangan teknologi ramah lingkungan (eco-technology) merupakan upaya yang dilakukan untuk menekan terjadinya pencemaran akibat limbah usaha yang dihasilkan. Limbah usaha seperti industri besar, kecil dan ringan memiliki dampak negatif yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Lebih jauh, industri-industri yang berkembang pesat di Indonesia seperti industri kayu menyebabkan terjadinya deforestasi dan ancaman ekologikal lainnya. Oleh karena itu, kaum bisnis harus mampu menciptakan teknologi yang ramah lingkungan, sehingga bisnis yang dilakukan dapat berkontribusi bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan[4].
==============================================================
Sungguh saya teramat lelah. Lebih dari pada penjelasan diatas, sadar atau tidak Indonesia adalah kita, jika kita pesimis, maka jangan harapkan ada perubahan! Walau kadang praktek tak seindah di buku bacaan, namun nasib Indonesia tergantung pada 252.370.792 jiwa manusia!