Pada masa remaja ini merupakan masa peralihan, yakni dari kanak-kanak beralih menuju dewasa dimana terjadi berbagai kesulitan yang dihadapi oleh remaja maupun oleh orang tuanya. Menurut Papalia dan Olds, pengertian masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan atau awal dua puluh tahun. Saat masa remaja mereka mungkin terlihat pendiam, cemberut, dan mengasingkan diri pada dunia luar, namun disaat yang lain mereka akan terlihat sebaliknya, merasa senang, berseri-seri dan percaya diri.
Kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian berupa keyakinan akan kemampuan diri individu yang tidak terpengaruh oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai dengan kehendak sendiri. Namun, kepercayaan diri juga tumbuh dari interaksi sosial yang sehat dan berasal dari lingkungan individu secara berkesinambungan. Selalu berpikir positif dan tidak menyalahkan orang lain atas kekalahan maupun ketidakberhasilan serta banyak introspeksi diri adalah salah satu ciri individu yang memiliki kepercayaan diri.
Sebagai seorang remaja, memiliki rasa keyakinan akan kemampuan  pada diri dengan sikap positif dan mengerti apa yang akan dilakukan merupakan aspek umum yang harus dimiliki. Aspek-aspek lainnya seperti, optimis, objektif, bertanggung jawab, dan rasional juga umum dimiliki oleh individu. Rasa tidak percaya diri dapat menghambat individu tersebut untuk melakukan suatu hal besar yang berdampak baik bagi diri maupun orang-orang di sekitarnya. Rasa tidak percaya diri dapat menghambat perkembangan individu dalam bersosialisasi, mengembangkan potensi yang dimilikinya, dan mengenal dirinya sendiri.
Rasa tidak percaya diri yang timbul pada remaja adalah pengaruh dari pikiran negatif yang berakibat pada perilaku individu tersebut. Kesalahan dalam proses berpikir disebut juga dengan distorsi kognitif, yakni berpikir secara berlebihan yang tidak rasional, dan dapat menyebabkan gangguan psikologis tertentu. Salah satu macam distorsi kognitif yang kerap di alami remaja, yaitu pola pikir yang menggeneralisasi satu situasi pada situasi-situasi lainnya (overgeneralization). Misalnya, individu yang memiliki pola pikir ini dapat menyimpulkan jika satu hal tersebut sudah terjadi maka akan terus terjadi berulang kali menimpa dirinya. Dengan teknik restrukturasi kognitif (cognitive restructuring) secara umum bertujuan untuk mengubah pikiran negatif atau irasional menjadi pikiran yang lebih positif dan rasional.
Orang tua memiliki peran untuk meningkatkan kepercayaan diri anak-anak mereka menuju perkembangan masa remaja. Dukungan dan pengajaran yang baik secara lisan atau tindakan bagi anak-anaknya, maka akan membantu individu tersebut menjadi percaya diri dan mampu mengekspresikan kepercayaan dirinya. Memperhatikan dan mempelajari perkembangan pada anak menjadi hal yang penting. Dengan demikian, orang tua dapat mengetahui apa saja yang harus dilakukan saat terjadi kejanggalan dalam masa perkembangan anak.
ReferensiÂ
Ghifani, A. (2004). Percaya Diri Sepanjang Hari. Bandung : Mujahid.
Hakim, T. (2002). Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta: Puspa Swara.
Burns, D. (1988). Terapi Kognitif. Pendekatan Baru Bagi Penanganan Depresi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Herlina. (2013). Bibliotherapy: Mengatasi Masalah Anak dan Remaja melalui Buku. Bandung: Pustaka Cendekia Utama.Â