Suara pukulan kayu bercampur tangis terdengar dari ruang sebelah. Sedikit penasaran saya mengintip dari balik pintu. Terlihatlah dua orang murid sedang dimarahi oleh seorang guru yang sedang membawa tongkat kayu besar. Kedua murid tersebut memang tidak menangis kencang, tapi hanya sesenggukan.Kesimpulan saya mereka habis dipukul dengan tongkat kayu besar itu. Sementara sang guru masih terlihat emosi dan berteriak-teriak dalam bahasa Thailand.Oh, pantas tadi saya melihat kedua murid tersebut diseret oleh guru itu. Ternyata mereka mendapatkan hukuman pukul. Entah apa kesalahan yang mereka perbuat sampai guru itu sangat marah dan memukul mereka dengan tongkat kayu.
Fenomena hukum pukul memang sudah menjadi hal biasa sejak saya mengajar disini. Entah itu untuk menghukum anak yang berbuat salah atau sekedar mendiamkan anak yang ribut. Awalnya saya cukup kaget, karena di Indonesia hukum pukul sudah ditiadakan sama sekali. Kalau ada guru yang berani memukul muridnya pasti langsung berurusan dengan polisi dan disangkut pautkan dengan kekerasan.
Saya sharing dengan teman-teman yang mengajar di sekolah lain. Ternyata mereka juga menemukan fenomena ini. Memang  ada beberapa sekolah yang tidak menggunakan hukum pukul, tapi kebanyakan sekolah menggunakan hukuman ini. Saya jadi tambah penasaran, apa semua sekolah di Thailand, baik sekolah islam maupun sekolah pemerintah, juga menggunakan hukuman ini? Karena saya dulu pernah menonton film Thailand yang dibintangi Mario Maurer. Di film tersebut Mario di hukum pukul oleh gurunya (Pecinta film Thailand pasti tau apa filmnya  :p)
Akhirnya saya menyempatkan berdiskusi dengan salah seorang rekan kerja saya yang juga mengajar di sekolah pemerintah, kebetulan dia beragama Buddha. Jawabannya cukup bikin saya kaget, karena di sekolah pemerintah hukuman pukul seperti itu sudah dihapuskan sejak lama. Berarti kesimpulan sementara, hukuman ini hanya ada di sekolah Islam.
Memang saya akui kalau anak-anak disini susah sekali diatur. Makanya hampir semua guru bawa tongkat kayu, semacam senjata pamungkas gitu kali ya hehe. Apalagi guru  SD dan TK, kadang kalau saya kewalahan ngadepin ributnya mereka, saya diminta oleh gurunya untuk memukul anaknya saja dengan kayu. Saya yang malah gak tega, apalagi mereka masih anak-anak. Pasti sakit banget dipukul kayu, saya dulu pernah dapet hukuman kayak gitu waktu masih kecil. Gara-garanya saya gak mau shalat, akhirnya kena pukul deh. Rasanya jangan ditanya, sakit dan masih kerasa di hati sampai sekarang. Tapi emang itu salah saya sih hehe.
Sayangnya kadang saya suka ikut-ikutan bawa tongkat kayu. Bukan buat mukul, cuma buat nakut-nakutin anak-anak biar diem. Saya tahu cara ini salah banget, duh tapi mereka cuma takut sama kayu itu. Lebih nyebelin lagi, mereka tahu kalau saya gak bakal tega mukul mereka. Jadi mereka cuek bebek aja tuh haha. Saya suka heran, kalau guru Thailand masuk bawa tongkat kayu mereka langsung diem dan duduk dengan rapi, manis, dan manut. Kalau saya yang masuk,  meskipun bawa tongkat kayu segede apapun tetep deh mereka ribut  :|
Jujur, saya gak setuju banget dengan hukuman pukul ini. Terlepas dari rasa sakit fisiknya, menurut saya ada yang lebih bahaya, yaitu rasa sakit hatinya yang akan membekas lama. Bukan nggak mungkin mereka akan trauma dan tumbuh menjadi pribadi yang kasar saat dewasa. Saya pernah mendapat cerita dari murid saya. Dia agak takut ngomong bahasa Inggris dan gak suka banget sama Bahasa Inggris. Ketika saya tanya kenapa, katanya waktu TK dia pernah dipukul keras pake tongkat kayu gara-gara gak bisa jawab Bahasa Inggris. Waw, traumanya masih membekas, padahal dia sekarang udah kelas 3 SMA loh.
Kalau saya lihat hukuman pukul ini efeknya cuma sementara. Misal anak SD nih, kalau mereka ribut mereka langsung kena pukul. Tapi kalau mereka gak liat tongkat kayunya, ya udah mereka ribut tiada henti. Jadinya mereka cuma takut sama kayu. Tentunya masih banyak efek-efek hukuman pukul ini. Mungkin sekarang gak keliatan, tapi efeknya bakal muncul setelah mereka dewasa. Entah itu mereka jadi orang yang kasar atau mendidik anak mereka dengan pukulan juga. Jadi inget kata-kata Dorothy Law:
"Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan"
- Dorothy Law Notle -