Mohon tunggu...
Fitri Nurjannah
Fitri Nurjannah Mohon Tunggu... -

Mahasiswi UIN Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membangun Emosional dalam Intelektual

30 April 2012   07:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:55 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pada zaman sekarang banyak hal yang diperlukan untuk hidup. Mulai dari keperluan sehari-hari sampai keperluan pendidikan. Hasilnya banyak orang mengira dengan mempersiapkan pendidikan terbaik adalah hal yang harus, bahkan wajib dilakukan. Tapi apakah benar hanya dengan mempersiapkan anak-anak kita dengan pendidikan duniawi saja sudah cukup?.

Pernahkah anda bertanya, atau terlintas dipikiran anda mengapa Negeri ini banyak sekali orang-orang cerdas tapi tidak dapat mengendalikan dirinya? Apalagi mengendalikan negara?. Setiap harinya masyarakat diberikan informasi keterpurukan Negeri akan masalah yang saya pikir adalah masalah yang sama. Tetapi uniknya dalam tiap waktu yang tidak lama masalah tersebut masih sibuk diperbincangkan bahkan kembali hadir tanpa ada penyelesaian. Contohnya masalah perkosaan, korupsi, kekerasan rumah tangga, dan kurangnya kedisiplinan serta masalah pendidikan (UAN). Apakah yang melakukan korupsi itu orang-orang yang bodoh dalam tingkat Intelektual? Dan apakah yang melakukan tindak kriminal itu orang yang tidak mengerti hukum? Tidak tentunya, mereka adalah orang-orang hebat yang berpendidikan, memiliki jabatan serta berharta, lalu mengapa mereka dapat melakukan korupsi atau bertindak tidak manusiawi? Ya kecerdasan emosional tentunya yang bermasalah.

Pengertian kecerdasan emosional ini sejalan dengan pemikiran Charles C. Manz yang menyatakan bahwa Kecerdasan emosional mengacu pada kapasitas untuk mengenali perasaan kita sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri kita sendiri, dan mengelola dengan baik emosi dalam diri kita sendiri dan dalam hubungan kita. Hal itu menggambarkan kemampuan yang berbeda dari, tapi melengkapi, kecerdasan akademis, yaitu kapasitas kognitif semata yang diukur dengan IQ.

Berikut ini adalah beberapa data dan fakta

·158 kepala daerah tersangkut korupsi sepanjang 2004-2011

·42 anggota DPR terseret korupsi pada kurun waktu 2008-2011

·30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap pemilihan DGS BI

·Kasus korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti KPU,KY, KPPU, Ditjen Pajak, BI, dan BKPM

(Sumber : Litbang Kompas)

Sesuai data diatas, saya teringat salah satu lagu dari Armada yang berjudul “Mau Dibawa Kemana?”. Mungkin itu juga pertanyaan yang sama yang dilontarkan masyarakat kepada para pemimpin Negeri ini, mau dibawa kemana yah masyarakat dengan kepemimpinan yang selalu mengedepankan keperluan pribadi para pemimpin dibandingkan menengok kanan kiri masyarakatnya. Ada berapa banyakpejabat yang melakukan korupsi? padahal ada tetangga yang tidak makan tiga hari, pantaskah keadaan seperti itu?. Lalu apa yang seharusnya kita lakukan untuk memperbaiki seluruh sistem kehidupan ini?.

Seperti yang saya katakana diatas, bahwa emotional yang bermasalah. Saya teringat salah satu syair dari penyair Syauqi yang mengatakan: “Sesungguhnya kejayaan suatu umat(bangsa)terletak pada akhlaknya selagimereka berakhlak/berbudiperangaiutama,jikapadamerekatelahhilang akhlaknya, maka jatuhlah umat (bangsa) ini”. Jadi akhlaklah yang di utamakan daripada mengutamakan inteligensi walaupun tidak di pungkiri inteligensi adalah hal yang penting.

Kurangnya pendidikan akhlak dapat berdampak negatif bagi anak dimasa depannya. Pendidikan akhlak seharusnya ditanamkan lebih awal kepada anak. Dengan menanamkan lingkup keluarga yang berakhlak dan lingkungan yang baik dapat memberikan dasar kekuatan iman kepada anak-anak. Seperti kata motivasi dari Djajendra “Tim Yang Kuat Terdiri Dari Orang-Orang Berkualitas Yang Selalu Berkolaborasi Dan Berinovasi, Untuk Menghasilkan Kinerja Dan Prestasi Tim Terbaik”,yang pada dasarnya jika ingin membangun atau menciptakan perubahan yang diinginkan, aspek-aspek penting yang ada didalamnya haruslah memiliki kualitas sehingga dapat menjalankan tugasnya dengan baik, sehingga menghasilkan hasil yang baik pula. Jika perkembangan awal anak dimulai dengan baik, insya Allah kedepannya mereka dapat menjadi manusia yang bukan saja memiliki kecerdasan intelektual tapi juga memiliki kecerdasan emosional.

Menurut Prof . Suyanto Ph.D Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.

Sedangkan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) 2003 Pasal 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Kini lakukanlah perubahan mulai dari diri sendiri, mulai saat ini, dan mulailah dari hal yang terkecil. Berikut mungkin ini akan menjadi tips untuk anda yang ingin melakukan perubahan dalam menanamkan pendidikan karakter:

1.Seperti yang saya katakan diatas, mulailah dari hal yang terkecil. Jangan membayangkan perubahan yang paling sulit dan berpengaruh banyak terlebih dahulu karena akan terasa sulit dan memakan lebih banyak waktu.

2.Mulai dari diri sendiri. Mulailah melakukan perubahan, bukan terhadap orang lain tapi terhadap diri sendiri. Misalkan anda seorang pria/wanita yang ingin memiliki keturunan yang baik, mulailah memperbaiki diri sendiri sehingga hanya aura positif yang akan terpancar, dan hanya orang-orang yang memiliki nilai positif juga yang akan tertarik. Tentunyaakan mendapatkan pendamping yang diharapkan, sehingga dapatlah membentuk keluarga yang memiliki pondasi kuat dari perubahan dan melahirkan generasi-generasi bermoral. Bukankah sekolah pertama dari seorang anak adalah keluarganya?. Jika seperti itu siapkanlah mulai dari diri sendiri.

3.Kenali Tuhan, ini adalah hal terpenting. Banyak pemimpin menyukai kehidupan duniawi sehingga mereka terlena dan kurang perduli akan kehidupan kekal yaitu kehidupan akhirat. Hal tersebut dikarenakan mereka kurang bahkan tidak mengenal Tuhan. Karena sesungguhnya hal terpenting dalam kehidupan adalah mengenal Tuhan yaitu Allah sehingga manusia tidak menuhankan jabatan/pangkat, harta dan urusan duniawi lainnya.

4.Adakan evaluasi, ya evaluasi diri dapat menjadi solusi karena setiap manusia memang tidak ada yang sempurna tapi setiap manusia wajib melakukan perbaikan diri agar dapat melakukan perubahan kearah yang lebih baik.

5.Keluarga harmonis, menciptakan suasana keluarga harmonis adalah salah satu cara menumbuhkembangkan anak dengan konsep pendidikan akhlak kepada anak, sehingga anak dapat mencontoh dan karakter baikpun akan terbentuk pada dirinya.

Yakira-kira itulah beberapa kiat untuk menciptakan atau memulai pendidikan yang baik, agar generasi-generasi kita tidak hanya mengandalkan inteligensi saja tapi juga dapat menerapkan Kecerdasan emosional dan menerapkannya dengan bijak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun