Mohon tunggu...
fitri nur aini
fitri nur aini Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kita Harus Makan Apa???

12 Juni 2015   22:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:04 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kita Harus Makan Apa???

 

Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia agar manusia dapat hidup dan beraktivitas dengan baik. Di zaman yang serba modern ini banyak beredar makanan berbahaya di sekitar kita. Banyak produsen makanan berlomba-lomba membuat makanan yang enak dan menarik tanpa memperhatikan hak konsumen untuk mendapatkan makanan yang sehat. Mereka hanya berorientasi pada keuntungan yang sebanyak-banyaknya namun lupa akan bahaya makanan tersebut apabila dikonsumsi oleh konsumen.

Belum lama ini menyeruak isu mengenai beras plastik yang menghebohkan masyarakat mengingat beras adalah makanan pokok masyarakat Indonesia. Dibalik isu beras plastik tersebut juga ada beras yang diberi boraks dan pemutih. Selain itu juga pernah tersiar isu mengenai sayuran dan buah-buahan yang mengandung bahan berbahaya yaitu pengawet, pewarna, lapisan lilin, kandungan pestisida yang berlebih (sistemik) dan kandungan bakteri berbahaya. Padahal dengan memakan sayur dan buah tentunya kita menginginkan kandungan gizinya yaitu vitamin dan mineral yang baik untuk kesehatan.

Selain beras, sayur dan buah, produk makanan seperti mie, bakso, saus, bumbu dapur, dan berbagai jajanan lainnya juga menjadi sasaran para produsen nakal. Misalnya saja baru-baru ini dilakukan penggerebekan pabrik mie berformalin di Cirebon yang produksinya rata-rata 2 ton mie per hari dan mie tersebut didistribusikan ke pasar-pasar tradisonal. Bisa dibayangkan bagaimana dampak yang diakibatkan oleh peredaran mie sebanyak itu apabila dikonsumsi oleh masyarakat. Namun banyak konsumen yang belum menyadari bahaya dari makanan yang mereka konsumsi karena memang biasanya dampak yang ditimbulkan tidak langsung saat itu juga namun dampak jangka panjang akibat adanya zat karsinogenik.

Keberadaan makanan berbahaya selalu mengintai dimanapun kita berada misalnya saja di warung-warung makan, restoran, bahkan di rumah yang tanpa disadari telah membeli bahan makanan yang berbahaya. Lingkungan sekolah pun tak luput dari peredaran makanan yang berbahaya, bahkan menjadi sasaran empuk para pedagang nakal karena konsumennya yang kebanyakan anak-anak.

Mengingat semakin banyaknya peredaran makanan yang berbahaya tersebut, cara-cara untuk mengantisipasinya yaitu, pertama, konsumen harus benar-benar jeli dalam memilih makanan yang akan mereka konsumsi. Orangtua juga harus membekali anak-anak mereka mengenai bagaimana memilih makanan yang sehat karena orangtua tidak bisa selalu mengawasi anak-anak mereka setiap saat. Alangkah baiknya orangtua memberi bekal makanan agar anak-anak tidak jajan sembarangan.

Kedua, peran aktif dari pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mengawasi peredaran makanan. BPOM bisa rutin melakukan sidak ke pasar, warung makan, pedagang, toko, dan tempat-tempat lain yang berpotensi untuk peredaran makanan berbahaya.

Ketiga, pemerintah harus membuat peraturan yang tegas bagi para pelaku usaha yang terbukti melakukan kecurangan yang merugikan konsumen. Di sini diharapkan para pedagang nakal diberi hukuman yang sekiranya dapat memberi efek jera.

Keempat, pemerintah harus memberdayakan petani di Indonesia agar dapat menghasilkan bahan pangan yang berkualitas tanpa harus mengekspor dari luar negeri. Hal ini sngat penting untuk membatasi peredaran makanan impor yang berbahaya. Tindakan yang bisa dilakukan pemerintah misalnya dengan memberi modal bagi para petani, subsidi pupuk dan bibit yang berkualitas, pembangunan sarana irigasi yang baik, menstabilkan harga, serta memberi edukasi pertanian modern agar produktivitasnya meningkat. Dalam hal pertanian ini alangkah baiknya pemerintah Indonesia belajar dari negara Jepang yang dapat memberdayakan para petani.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun