Asramaku merupakan asrama terindah yang pernah saya temui di Jogja, bagaimana tidak disanalah saya bertemu teman-teman yang saling mengayomi. Disaat saya tidak mengetahui tentang Jogja, merekalah yang mengenalkan lebih jauh mengenai Jogja dan cakrawalanya, di halaman depan terdapat pohon markisa dan pohon anggur yang daunnya mengatapi ruang parkir, sehingga kesejukanlah yang saya lihat ketika menerawangnya, padahal asramaku di tengah-tengah kota yang cukup panas.
Namun ketika hujan lebat turun, sebagian tempat parkir depan terbanjiri, sehingga teman-teman kerepotan untuk memarkir kendaraan mereka, diluar hujan didalam banjir, galau deh. Manthol hujanlah yang mereka gunakan untuk melindungi kendaraan mereka, sampai pagi menjelang dan hujan cukup reda untuk melanjutkan aktivas sehari-hari.
Ada masalah yang belum berujung sampai saat ini, yaitu kekurangan air. Untuk memenuhi kebutuhan kurang lebih 300 orang dengan kapasitas tiga pompa air yang kurang stabil, sehingga 12 kamar mandi tidak dapat terisi air semua, mungkin hanya 7 yang teraliri, walau hanya setinggi kurang lebih 10 cm. Hal ini membuat asramaku kuwalahan mengatasinya. Lucunya, di musim hujan seperti sekarang ini, asramaku hampir tidak ada perubahan, yaitu masih kekurangan air. Melihat lingkungan di sekitar saat hujan turun lebat, ruas jalan dipenuhi dengan genangan air (drainase), dan berbagai berita di tanah air,yang menginformasikan tentang banjir merebak, namun asramaku tetap istiqomah dengan keadaannya. Dengan mencoba berbagai cara, dari pengecekan pompa air, kemudian memperbaikinya, sampai usaha menambah aliran dari mata air lain, masih saja kekurangan air. Namun setidaknya asrama saya mulai membaik, setelah melakukan berbagai perbaikan, sehingga bak mandi dapat terisi air, walaupun tidak penuh.
Selain itu, masalah yang terjadi saat hujan lebat turun adalah banjir, namun bukan banjir dikamar mandi, melainkan dikamar tidur, tiga diantara sembilan belas kamar merupakan langganan banjir, dan salah satunya adalah kamar saya. Saat saya mengeluh mengenai hal itu teman saya hanya bilang, “ ini sudah masalah dari dulu, dan keluhan kita bagaikan sepoian angin”. Memang alasan para pengurus adalah pondasi kamar, saya lihat tiga kamar ini memiliki pondasi yang lebih tua dan ringkih dari pada kamar yang lain, apalagi asrama ini juga merupakan korban gempa Jogja tahun 2006 silam. Sehingga pondasi yang dikira masih bisa bertahan, hanya direnovasi sebagian saja, sedangkan kamar yang parah, direnovasi seluruhnya. Beberapa bulan kemarin satu dari tiga kamar itu telah diperbaiki namun, tetap saja air masih merembes. Apalagi yang belum diperbaiki, saat hujan turun banjir benar-benar menggenang di kamar. Untuk mengantisipasinya, Penghuni kamar tersebut menampung air di ember/ wadah lainnya saat hujan turun.
Menggelikan memang, disaat lingkungan sekitar berkecukupan bahkan kelebihan air, asrama saya masih kekurangan air. Aneh dan ajaib menurut saya, bagaimana tidak, masalah ini tidak menggentarkan mereka untuk bermukim diasrama ini. Ya, karna di sini mereka mendapatkan lebih dari sekadar asrama. Berbagai kegiatan yang mendukung kereligios-an diajarkan. Dari yang tersurat sampai yang tersirat. Selain itu biaya hidup disini sungguh lebih murah dibandingkan dengan kos-kosan. Dari pagi sampai malam kegiatan telah terjadwal dengan rapi, dan pada hari-hari tertentu pun ada kegiatan ekstra yang mendukung potensi mereka untuk berkembang. Untuk jadwal rutinitas seperti, kajian pagi setelah shubuh, mengaji al-qur’an setelah ashar, mengaji klasikal, kajian setelah isya’, dll. Sedangkan untuk jadwal ekstra seperti, simtut duror, khithobah (berlatih pidato), dziba’an, kaligrafi, qiro’ah, dll. Untuk kereligious-an yang tersirat, saya merasakan di sini merupakan miniatur masyarakat yang didalamnya dituntut untuk dapat bersosialisasi dengan tatakrama yang terbangun didalamnya, sehingga secara otomatis mentalitas didalamnya terbentuk dengan background islamic yang indah. Berbagai permasalahan pun muncul, berbagai penyelesaian pun dilakukan, trial and error sebagai acuan untuk lebih maju. Karna mayoritas penghuni asrama ini adalah mahasiswa dari universitas negeri sampai luar negeri (swasta), didukung dengan lokasi yang berada dikota, sehingga wawasan pun tidak terpaku oleh lingkungan asrama saja, namun lingkungan akademisi pun menjadi acuan yang tidak meragukan. Sehingga berasrama disini merupakan keberuntungan tersendiri , karena di sini, memperoleh berbagai ilmu yang tidak terduga, ilmu agama, ilmu umum, ilmu bersosialisasi, ilmu berorganisasi, dll. Sehingga masalah air pun tidak menggoyahkan mereka untuk tetap berada disini, hal ini terlihat dari wajah-wajah yang ceria yang menghiasi asrama ini, walaupun harus mengantri panjang untuk menghilangkan rasa gerah di tubuh mereka.
Nurul Ummah, asrama yang telah saya huni satu tahun berjalan, sampai saat ini dia masih dengan wajah cantik di halaman depan dengan rindangnya pohon markisa dan pohon anggur hijau yang menyejukkan. Dan lebih cantik lagi ketika saya melihat ilmu di dalamnya, walaupun masih sedikit yang saya peroleh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H