Sebagaimana rindu datang bertamu, demikianlah tibamu di bawah jendela kamarku. Kau mengendap-ngendap tanpa suara, lalu mengejutkanku dengan seikat bunga, bola-bola cokelat atau boneka mungil berwarna-warni seperti keajaiban di hari ulang tahun.
“Ara...” Begitulah kau menyebutkan namaku.
Ribuan kali aku mendebatmu. Aurora. Namaku Aurora, bukan Ara. Tapi kau tak menghiraukannya. Kau berkilah bahwa kata Ara lebih mudah kau lafalkan di lidahmu. Saat mengatakan hal itu, suaramu bernada memohon. Aku tahu kau menikmati kekesalanku, karena itu kau suka menggodaku dengan bermacam cara. Kau cuma ingin membuatku kesal, bukan marah.
Saat bibirku mulai mengerucut, kau akan menghadirkan kejutan lainnya. Sim salabim! Benda-benda kecil tak terduga akan muncul dalam genggaman telapak tanganmu. Ukiran kayu, bebungaan dan dedaunan yang dikeringkan, atau gantungan kunci bertuliskan namaku. Buatanmu sendiri. Entah kapan kau membuatnya. Padahal, aku tahu pasti, waktumu selalu tersita oleh berbagai kesibukan.
Kau sering bercerita tentang teman-teman dan duniamu. Dunia yang tak terjangkau olehku, betapa pun aku menginginkannya. Hal-hal baru yang kau temui dalam perjalananmu mengunjungi tempat-tempat jauh sungguh tak terbayangkan. Adakalanya suaramu meledak-ledak penuh gairah, di lain waktu terdengar seakan memuja. Ah... hidupmu sungguh bertaburan warna.
“Bolehkah aku merasa iri? Hidupmu begitu sempurna,” desahku.
Kau tertawa. “Hiruplah aroma udara dalam-dalam. Percayalah, hidupmu tak kalah sempurnanya dariku.”
Aku menurutimu. Wangi mawar, jasmine dan kenanga memenuhi saraf-saraf penciumanku. Aku menghidu aroma tanah lembap oleh sisa-sisa rinai dan rumput manila yang memenuhi pekarangan. Suara kicau burung yang berdendang dari ranting-ranting pepohonan membuatku hatiku terasa hangat.
“Tapi... duniaku hanya seluas ini,” ucapku sambil membentangkan lengan lebar-lebar.
“Kau tak perlu dunia luas agar bahagia, Ara...” Kau membesarkan hatiku.
Bibirku terkatup. Kau tak tahu seberapa besar keinginanku mengikuti ke mana langkahmu pergi agar tak sekadar mengenal duniamu sebatas cerita. Aku ingin bertemu orang-orang lalu tersesat di antara keramaian. Aku ingin kau menuntunku dan menunjukkan hal-hal yang tak kuketahui, terutama hal-hal yang membingungkanku. Di atas semua itu, aku ingin kau menuntunku menyusuri jalan-jalan ketika senja turun menyapa.