Jika AKU Bukan DIA
Sebelumnya :
Satu (Secangkir Cappucino), Dua (Gelas Pecah), Tiga (Tangis Kemarau), Empat (Cemin Buram), Lima (Stiletto Merah), Enam (Blue 5 Cafe), Tujuh (Rahasia Brian), Delapan (Dalam Dilema), Sembilan (Prince Agler), Sepuluh (Pertemuan Kedua)
Pagi ini dimulai dengan hujan pertama yang mengakhiri keringnya kemarau. Akhir pekan yang membosankan. Cora menatap bulir-bulir hujan yang bergulir di kaca jendela kamarnya. Sepi. Adiknya yang jelita sedang pergi berlibur ke luar kota bersama keluarga Barman. Tak ada yang percaya padanya soal Brian. Papa dan mama masih mendukung sepenuhnya perjodohan itu.
Janne yang penasaran berulangkali bertanya padanya. Tapi ia tak ingin memberitahukan apa-apa. Percuma. Lagipula, ia tak ingin menyakiti perasaan adiknya itu. Cukuplah ia yang menyimpan semua itu di dalam hatinya. Ia tak ingin memperkeruh suasana lalu dituduh macam-macam. Lebih baik, ia mengawasi dan mengingatkan Brian sebisa mungkin agar tidak menyakiti hati adikknya. Cuma itu yang bisa ia lakukan untuk saat ini.
Ponselnya di atas meja bergetar. Pesan masuk di messenger. Prince Agler. Akhirnya, pemilik akun misterius itu menghubunginya lagi.
Hujan. Kau sedang apa?
Kening Cora berkerut. Hujan? Jangan-jangan mereka tinggal di kota yang sama. Tapi ia menepis dugaan itu. Bisa jadi, itu hanyalah kebetulan semata.
Di sini juga hujan. Cuma sedang bosan.
Kau bisa keluar dan menikmati tetes-tetes hujan.
Aku tak ingin jatuh sakit.