Mohon tunggu...
Fitri Manalu
Fitri Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - Best Fiction (2016)

#catatankecil

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Jika AKU Bukan DIA [LIMA-Stiletto Merah]

8 September 2015   20:43 Diperbarui: 8 September 2015   22:23 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

LIMA

Stiletto Merah

 

Sudah dua tahun Cora bekerja sebagai seorang tax accounting di perusahaan yang bergerak di bidang chemicals for industries. Selama itu pula, ia kembali tinggal di kediaman keluarga Howitt. Itu pun setelah Mama terus mendesaknya. Janne tenggelam dalam hobinya mendesain busana, padahal papa harus mempersiapkan seorang penerus untuk mengelola perkebunan miliknya.

Selepas lulus Sekolah Menengah Atas, gadis itu memutuskan untuk kuliah di luar kota. Berada sejauh mungkin dari bayang-bayang Janne rasanya melegakan. Terbebas dari perasaan tersisih dalam keluarga Howitt. Kala itu, jauh lebih mudah bagi Cora untuk menjalani hidupnya.

Sayangnya, papa memaksanya pergi ke Sumatera tepat di hari wisudanya. Pria itu membutuhkannya untuk mengawasi para pekerja di sana. Bertahun-tahun lamanya mengurus perkebunan di Sumatera membuat ayah angkatnya itu kelelahan. Cora menolak halus permintaan itu. Ia memilih untuk bekerja di perusahaan lain. Janne-lah penerus dinasti keluarga Howitt, bukan dirinya.

Tentu saja tak semudah itu papa menyetujuinya. Namun saat itu, Cora bersikukuh dengan pendiriannya meski tetap bersikap diam. Sudah saatnya lepas dari bayang-bayang keluarga Howitt dan berdiri sendiri. Saat mengetahui bahwa putri sulungnya diterima sebagai tax accounting di perusahaan besar, Mr. Howitt menyerah juga. Pria itu mengatakan bahwa setidaknya Cora memiliki pengalaman sebelum menekuni bisnis keluarga.

Bila Cora menyanggupi permintaan pria itu, setidaknya ia akan mudah bertemu dengan orang-orang sesukunya di hutan. Saat berumur dua belas tahun, papa itu pernah membawanya kembali ke sana. Tapi entah mengapa, Cora merasa asing. Meski gembira saat bertemu tumenggung dan keluarganya, tiada lagi orangtua kandung yang menantinya di sana. Sesuatu yang bernama “rumah” telah lama hilang dari hati gadis itu.

“Memikirkan siapa?” Sebuah suara menyadarkan Cora dari lamunannya.

Hmmm... pasti Ramon, tebak Cora dalam hati. Lelaki itu selalu punya waktu untuk sekadar mengucapkan selamat pagi, melemparkan senyuman, bahkan mengajaknya makan siang bersama. Seisi kantor sudah tahu, Ramon menyukai dirinya sejak mereka bertemu pertamakalinya.

“Bukan siapa-siapa,” balas Cora ringan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun