Mohon tunggu...
Fitri Manalu
Fitri Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - Best Fiction (2016)

#catatankecil

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Gadis Penjahit Mimpi

6 Oktober 2016   08:29 Diperbarui: 6 Oktober 2016   21:15 1158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: www.wsctailoring.com

Pagi ini, kau terjaga dan menyadari bahwa kau kehilangan satu atau beberapa potongan mimpimu. Ketika kau berusaha mengingat-ingat kembali namun gagal, kau mulai frustasi. Padahal mimpi itu teramat penting sehingga kau berupaya keras melengkapinya demi menemukan sebuah makna. Saat kau mengalami hal semacam ini, ada baiknya kau mengunjungi Zenatha, gadis penjahit mimpi yang tinggal di desaku.

Kemampuan Zenatha menjahit mimpi ibarat rona langit yang berhiaskan sinar mentari cuma-cuma. Ayahnya seorang penafsir mimpi tersohor. Semasa hidupnya, tiada mimpi yang tak dapat ditafsirkannya−mimpi menggelisahkan, menakutkan hingga mimpi penuh bunga−semuanya. Rakyat jelata hingga pemimpin negeri datang padanya untuk menanyakan mimpi. Mungkin dari situlah karunia mengalir pada Zenatha.

Simaklah baik-baik. Kau cukup mengunjungi Zenatha di rumah mungilnya, rumah beratap biru yang terletak tepat di tengah-tengah desa kami. Kau setuju? Baiklah, mari kita menuju ke sana. Jangan terkejut, saat ini beberapa orang sedang menunggu di bangku kayu yang memanjang di teras rumahnya. Mereka sama denganmu−pemilik potongan mimpi yang hilang. Lihatlah, wajah-wajah yang dipenuhi kegelisahan dan tanda tanya itu. Tentu saja, tak semua orang meyakini kemampuan gadis itu. Kau juga begitu, kan? Sedikit ragu, mungkin malah beranggapan kalau kedatanganmu sia-sia belaka. Tapi itu bisa dimaklumi. Pengalaman pertama memang kerap bernafaskan keraguan. Saranku, abaikan saja.

Nah, giliranmu sudah tiba. Kau sedang duduk berhadapan dengan seorang gadis mungil. Cantik. Itulah hal pertama yang melintas dalam pikiranmu. Sepasang mata lugunya membuatmu bertanya-tanya, mungkinkah gadis itu memahami soal mimpi? Hahaha... kau membuatku tertawa lebar. Biar kutebak, kau membayangkan Zenatha adalah seorang gadis berjubah hitam dengan riasan tebal dengan pandangan menusuk, bukan? Kau salah besar.

Jangan malu, kau bukan orang pertama yang keliru menilai sosok gadis penjahit mimpi. Sepintas lalu, gadis mungil dengan senyum lebar itu terkesan takkan mampu mengembalikan potongan-potongan mimpimu yang tercecer. Ya, itulah yang kau pikirkan. Tak mengapa. Mari kita buktikan. Ceritakan mimpimu padanya. Pelan-pelan saja. Jangan sampai ada yang terlewatkan.

Zenatha sedang membentangkan kain berwarna putih di atas meja. Tangan kanannya bersiap menggambar pola mimpimu di atas kain.  Kau terheran-heran. Jangan lupa, dia itu gadis penjahit mimpi. Sebelum menjahit, bukankah seorang penjahit harus menggambar pola terlebih dahulu? Sekarang, mari kita teruskan. Gadis itu menganggukkan kepala pertanda agar kau mulai bercerita, namun suaramu tersendat. Ah, untungnya pandangan Zenatha yang sejuk mengalirkan ketenangan dalam hati dan pikiranmu. Kau perlahan mengingat lalu menceritakan mimpimu pada gadis itu.

Sekelompok orang sedang mengejarmu. Teriakan-teriakan mereka membuat nyalimu lantak sehingga  sepasang kakimu yang berlari sekencang angin. Belukar dan duri melukai tungkai dan telapak kakimu. Namun rasa takut lebih menguasaimu. Kau terus berlari hingga tiba di bibir jurang. Kepanikan menguasaimu ketika mereka berada tepat di belakangmu. Tiada pilihan. Kau memasrahkan diri pada jurang dengan kedalaman entah, melompat sambil memejamkan mata, dan tubuhmu terhempas keras di dasar. Segalanya telah berakhir, itulah pikiran yang menguasai benakmu sedetik sebelum ketidaksadaran merenggutmu dari dunia (sampai di sini sebuah potongan cerita hilang). Hingga suara jernih menerpa telingamu. Bangunlah! Kau pun terjaga.

Zenatha berhenti menggambar pola ketika ceritamu usai.

“Sudah selesai?”

“Ya.”

“Tak ada yang terlewatkan?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun