Boneka itu teronggok di sudut ruangan. Sepasang tangan mungil meraba-raba dalam gulita. Mencari-cari hingga ujung jemarinya menyentuh boneka.
“Bonekaku...” Suara riang setengah berbisik.
Baru saja pemilik tangan mungil itu hendak menimang boneka, cahaya tiba-tiba menerangi ruangan itu. Sebuah suara mengejutkannya.
“Di sini kau rupanya...”
“Nggak mau! Aku cuma mau main dengan bonekaku!” Boneka itu terempas ke lantai seiring isakan lirih.
“Ssst... diamlah.” Sebuah tangan kokoh mengulurkan permen tangkai berwarna pelangi. “Jangan berisik, nanti kubelikan lagi permen yang banyak.”
***
“Berjanjilah pada ibu, kau takkan nakal.” Seorang perempuan dengan mata memerah mengusap pipi halus seorang bocah perempuan. Rambut sebahunya kusut masai. “Bila ada waktu, Ibu akan menjengukmu sesekali.”
“Tapi aku mau Ibu...” Bocah perempuan itu terisak. Ia tak habis pikir, mengapa ibu harus pergi? Selama ini ia tinggal bersama ayah dan ibu. Sebenarnya, ibu mau pergi ke mana?
Perempuan itu menyeka tetes-tetes yang mengaliri pelupuk matanya. “Percayalah, Nak. Ibu ingin sekali bersamamu. Tapi...”
“Sudah cukup! Kami harus pergi!” Seorang lelaki perlente membentak perempuan itu kemudian merenggut bocah perempuan dari ibunya. “Kita pergi sekarang!”