Mohon tunggu...
Fitri Manalu
Fitri Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - Best Fiction (2016)

#catatankecil

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memaknai Blokir dalam Ruang Percakapan Maya

4 November 2021   16:08 Diperbarui: 4 November 2021   16:35 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pesan Diblokir Sumber: ussfeed.com

Seperti warna langit yang berubah-ubah, dinamika relasi pertemanan dalam ruang percakapan maya pun demikian. Ketika kedua belah pihak memutuskan untuk menjalin komunikasi, tentu ada harapan yang dibangun. Entah itu berupa saling transfer informasi, keakraban, persamaan tujuan, atau lainnya.

Faktanya, tidak semua relasi berjalan dengan mulus. Benturan-benturan ide, tujuan, dan kepentingan, mungkin saja terjadi. Pola pikir dan sudut pandang yang berbeda dalam menyikapi suatu persoalan memang berpotensi untuk memicu konflik. 

Perbedaan latar belakang seseorang kadang-kadang menjadi alasan mengapa pada hakikatnya setiap individu adalah unik. Namun, bila tidak dikomunikasikan dengan bijaksana, perbedaan tersebut dapat berakhir dengan permusuhan.

Di ruang percakapan maya, fitur blokir kerap dijadikan jalan singkat untuk menyelesaikan permasalahan. Ragam konflik dalam ruang percakapan mudah saja diakhiri dengan mengaktifkan fitur ini. 

Sebagian orang menganggap blokir menjadi solusi cepat untuk menghindari atau mengakhiri konflik. Seolah-olah blokir telah menjadi vonis untuk mengakhiri perdebatan, salah paham, gangguan, atau ketidaksukaan terhadap pihak lain dalam sebuah relasi.

Bila ditelisik lebih jauh, blokir dapat dimaknai sebagai wujud penolakan terhadap keberlanjutan relasi. Dengan mengaktifkan blokir, pintu komunikasi dalam bentuk pesan atau suara telah tertutup bagi pihak lain. Jika pihak yang diblokir akhirnya memutuskan untuk melakukan hal serupa, maka jalan buntu relasi pertemanan sudah pasti sulit untuk dibuka kembali.

Sebenarnya, blokir bukanlah satu-satunya pilihan untuk menyelesaikan sebuah permasalahan. Fitur ini justru dapat menghambat adanya penjelasan atau kemungkinan untuk "duduk bersama" dan menyelesaikan kesalahpahaman. Bukan tidak mungkin, jalan pintas ini malah menjadi penyesalan besar pada suatu hari nanti.

Alih-alih mengaktifkan blokir, tidak ada salahnya membiarkan dahulu suhu konflik berangsur-angsur turun. Bersikap diam juga layak untuk dijadikan sebagai pilihan. Setidaknya, sikap ini menunjukkan bahwa memang benar telah terjadi permasalahan, tetapi kedua pihak tidak serta-merta lantas bermusuhan.

Bagaimanapun, sebuah fitur memang diciptakan untuk sebuah tujuan. Misalnya saja, blokir sangat bermanfaat untuk menangkal ancaman, teror, penipuan, dan hal-hal merugikan lainnya. Namun, sekali lagi, dalam sebuah relasi pertemanan, sebenarnya pilihan blokir masih bisa ditinjau manfaat dan mudaratnya pada kemudian hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun