"Saat kamu menggerakkan jari-jarimu dan melukis angan tentang kita di cakrawala, akhirnya aku benar-benar tahu, kamulah satu-satunya alasan bagiku untuk pulang."
Dan kamu adalah satu-satunya alasan jari-jariku bergerak melukiskan angan tentang kita.
"Jawablah, sekarang ke mana lagi aku harus pulang?"
Aku membisu. Cakrawala senja itu kembali terbayang. Ada yang terlupa waktu itu.
"Jawab aku."
Salam terakhir. Seandainya aku menuliskannya di cakrawala kala itu agar kau bisa melihatnya saat duduk di pematang sawah untuk menjemput senja-senja kita.
Sudut matamu merebak basah. Aku ingin menyekanya, tapi aku tak lagi bisa. Maafkan aku, karena tak menepati janji berada sisimu untuk menyaksikan burung-burung itu pulang. Sungguh, maafkanlah aku.
***
TD, 4 September 2018
: selamat jalan abangku na burju, damailah di sisi Bapa di surga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H