Mohon tunggu...
Fitri Manalu
Fitri Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - Best Fiction (2016)

#catatankecil

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[RTC] Karena Semua Kita Harus Berbahagia

27 November 2017   14:10 Diperbarui: 27 November 2017   14:14 1382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua kita sedang berbahagia, entah itu hanya pura-pura atau sejatinya memang berbahagia. Kebahagiaan bisa direncanakan atau dipoles sedemikian rupa. Seperti saat kau mengenakan topeng di wajahmu dan orang-orang yang mendatangimu mengaku tidak bahagia. Kau harus tersenyum, mendengarkan, lalu menyejukkan hati mereka dengan kata-kata. Atau seperti ketika kau harus berpose di depan kamera dan tersenyum meskipun kabut sedang bergelayut di sudut matamu.

Semua kita merasa berbahagia setelah mendengarkan banyak keluh kesah. Kau merasa memiliki arti bagi orang-orang yang mencari kebahagiaan. Hatimu penuh dengan doa-doa dan ucapan syukur. Terima kasih. Kata-kata itu berubah menjadi pesta dalam benakmu. Adakalanya, kau merasa lelah dan ingin menepi, tetapi orang-orang yang mencari kebahagiaan terus saja mencarimu. Kau harus menebarkan lebih banyak senyum dan kata-kata agar mereka merasa berbahagia.

Semua kita pernah berbahagia. Suatu hari, kau menemukan lubang di dadamu saat bercermin. Kau terkesima. Kau harus menutupi lubang itu segera. Namun, kau berkejaran dengan waktu. Orang-orang yang mencari kebahagiaan masih membutuhkanmu. Kau mencari seseorang yang bersedia mendengarkanmu, tetapi kau tak bisa menemukannya. Orang-orang tak memiliki waktu untuk mendengarkanmu. Kau terbiasa mendengarkan, namun ketika butuh didengarkan, mereka melupakanmu. Kau baru menyadari, ternyata dirimu adalah orang yang paling kesepian.

Semua kita ingin berbahagia. Itulah yang kau pikirkan saat berada di tepi jurang hari itu. Lubang di dadamu menganga dan rasa nyerinya tak tertahankan. Kau ingin melompat demi mengakhiri rasa nyeri yang menyiksa. Tetapi wajah-wajah mereka yang membutuhkanmu melintas dalam benakmu. Langkahmu surut. Kau terpaksa berkhianat pada keinginan hatimu. Kau memutuskan untuk melanjutkan sandiwara dan bertahan sebentar lagi.

Tahukah kau mengapa?

Karena semua kita harus berbahagia meski setiap kita memiliki lubang di dada. Kita terus berjuang menutupi lubang itu walau hanya waktu yang bisa melakukannya. Kita berdamai dengan kesepian karena kita harus terlihat bahagia. Karena seperti itulah cara kita bertahan. Seperti itulah cara kita memainkan peran.

***
Tepian DanauMu, 27 November 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun