Ketika Green sedang menyiapkan pesanannya, Callista mengedarkan pandangan. Malam ini, Blue 5 Cafe lumayan sepi. Separuh meja tanpa pengunjung. Suasana sungguh tenang, dan Callista sangat menyukai hal itu.
Setiap kali berada di sini, Callista selalu merasa nyaman. Green adalah salah satu alasannya. Walaupun wajah-wajah pengunjung selalu berganti, tapi ia merasa sangat mengenal seluk-beluk tempat ini. Semacam perasaan diterima yang melegakan. Akhir-akhir ini, keinginan untuk berlama-lama menghabiskan malam sambil berbincang dengan barista pujaannya kerap mengganggunya. Tapi Callista juga menyadari, ia takkan selalu memiliki kesempatan untuk itu. Karena waktu tak sepenuhnya miliknya.
“Nah, apa yang kau lamunkan?” Green menghampirinya lalu meletakkan secangkir cappuccino di hadapannya.
“Bukan apa-apa. Aku hanya ingin berbincang denganmu,” cetusnya lalu tersipu saat menyadari kata-katanya.
Green tersenyum hangat. “Kalau begitu, kau harus melihat cangkirmu lebih dulu.”
Callista melirik buih di dalam cangkir kopinya. Miss You. “Wow! Kuharap ini bukan sekadar keramahan terhadap seorang pelanggan,” ungkapnya. Hatinya senang luar biasa.
“Siapa bilang? Ini serius. Kau tahu artinya?” Green memelankan nada suaranya, “aku juga ingin sekali berbincang denganmu.”
“Kau membuatku tersanjung.”
“Ini ungkapan jujur.”
“Tapi kau harus melayani pelanggan lainnya.”
“Beberapa hari yang lalu, aku mendapat tambahan bantuan.” Green menoleh dan tersenyum kepada seorang barista perempuan yang sedang menyiapkan pesanan pelanggan, “itu artinya, kita bisa berbincang lebih leluasa.”