Mohon tunggu...
Fitri Manalu
Fitri Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - Best Fiction (2016)

#catatankecil

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rajah

31 Agustus 2016   23:35 Diperbarui: 1 September 2016   07:55 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: www.pinterest.com

Perempuan itu merindukan sosok yang menyebut namanya Elora. Sosok lelaki yang menggendongnya dari puing-puing reruntuhan. Penyelamat yang mengelabui mata, hidung, dan telinganya dari tubuh-tubuh tak bernyawa, anyir darah, dan suara desingan. Saat itu pula, kekejaman angkara telah menceraikannya dari kemesraan orang-orang terkasih untuk selamanya.

Sekelebat, sosok penyelamatnya itu seakan bayang-bayang. Sesaat setelah bayang-bayang itu menjelma nyata dalam pandangannya, ia meyakini satu hal−pertemuan itu mengawali kisah yang tak akan berakhir. Keyakinan itu beranak pinak dalam hatinya. Membuatnya mengabdikan seluruh hatinya pada sang penyelamat.

Seluruh hidupnya porak-poranda ketika lelaki itu bertolak ke belahan lain demi menyelamatkan Elora-Elora yang belum pernah dikenalnya. Padahal, perempuan itu meyakini kisah itu takkan pernah berakhir. Ia marah, terisak, meratap, lalu memeluk kemuraman berhari-hari, berbulan-bulan, hingga bertahun-tahun lamanya. Tak seorang pun dapat meyakinkannya, bahwa apa yang ditelannya belum tentu kepahitan, karena mungkin saja secawan madu sedang menantinya.

Lalu pikiran-pikiran mulai menggerogoti benaknya. Kecemasan terus-menerus menyesakkan dadanya. Ia mulai membayangkan penyelamatnya sedang melintasi belantara yang kejam. Maka, ia menyuruh orang membuat rajah hutan di kedua kakinya. Seketika, ia merasa lelaki itu berada di dekatnya sehingga ia bisa mengajaknya berlari. Perempuan itu dapat bernafas lega untuk sementara.

Kelegaan itu ternyata berumur singkat. Kegelisahan lain kemudian merongrong batinnya. Bermalam-malam perempuan itu tak dapat mengatupkan kelopak matanya. Ia merasa, lelaki itu sedang berada di atas ketinggian gedung dan nyawanya terancam. Tanpa pikir panjang, ia lalu membuat rajah gedung tinggi di lengannya agar ia bisa menangkap tubuh lelaki itu bila terjatuh. Setelah itu, barulah ia dapat tertidur lelap.

Beberapa hari kemudian, ia bermimpi bahwa lelaki penyelamatnya berada di depan mulut singa yang sedang menganga. Ketakutan meremukkan hatinya. Ia membuat rajah singa di tubuhnya dengan tergesa-gesa. Saat rajah itu selesai, sekujur tubuhnya nyeri luar biasa. Jauh lebih nyeri dari sebelumnya. Namun, ia benar-benar tak dapat berhenti.

Hal itu terus berlangsung hingga sekujur tubuh, lengan, kaki dan wajahnya dipenuhi oleh rajah. Hampir tak ada lagi tempat. Perempuan itu terkapar, letih dan putus asa. Ia sungguh tak ingin kehilangan penyelamatnya, terlebih kehilangan keyakinan bahwa kisah itu takkan berakhir. Ia memejamkan mata sejenak. Mungkin berdoa. Ketika matanya terbuka, ia mulai merajah makam di telapak tangannya. Kanan dan kiri. Kali ini, ia melihat bahwa dirinya dan lelaki itu bersanding dalam keabadian.

***

Tepian DanauMu, 31 Agustus 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun